Rabu, 06 Oktober 2010

Pegantar Ilmu Pertanian-PAYA PENCEGAHAN, PENANGGULANGAN DAN PENANGANAN KERAWANAN PANGAN

UPAYA PENCEGAHAN, PENANGGULANGAN DAN PENANGANAN KERAWANAN PANGAN

Saat ini Indonesia menghadapi permasalahan dibidang sosial, ekonomi, dan politik. Jumlah penduduk miskin terus meningkat, dengan demikian semakin banyak orang yang menghadapi rawan pangan. Secara umum, Indonesia mempunyai permasalahan serius yang berkaitan dengan ketahanan pangan rumah tangga untuk 10 tahun terakhir seperti halnya prevalensi anak-anak kurang gizi.
Terjadinya kasus rawan pangan dan gizi buruk di beberapa daerah, menunjukkan bahwa masalah ketahanan pangan bukan masalah yang sederhana dan dapat diatasi sesaat saja, melainkan merupakan masalah yang cukup kompleks karena tidak hanya memperhatikan situasi ketersediaan pangan atau produksi disisi makro saja melainkan juga harus memperhatikan program-program yang terkait dengan fasilitasi peningkatan akses terhadap pangan dan asupan gizi baik ditingkat rumah tangga maupun bagi anggota rumah tangga itu sendiri.
Masalah ketahanan pangan memiliki dimensi tersendiri dilihat dari keamanan pangan, keanekaragaman pangan dan kualitas pangan. Pangan sebagai kebutuhan pokok terpenting, memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung dengan kondisi kesehatan, kecerdasan dan produktivitas sumberdaya manusia. Di samping itu pemenuhan kebutuhan pangan bagi seluruh penduduk Indonesia merupakan fondasi kuat untuk pembentukan kualitas manusia bangsa Indonesia, merupakan pilar bagi pembangunan ekonomi dan sektor lainnya, serta merupakan wahana untuk memenuhi hak azasi setiap insan atas pangan.
Oleh karena itu berbagai program pembangunan ketahanan pangan dan gizi pada tingkat kabupaten/kota perlu lebih diarahkan pada dukungan fasilitasi peningkatan produksi dan ketersediaan pangan, distribusi dan aksesibilitas pangan dan perbaikan konsumsi pangan antara lain: (1) pemanfaatan potensi dan keragaman sumberdaya lokal secara efisien dengan memanfaatkan teknologi spesifik lokasi; (2) pengembangan sarana prasarana yang mendukung produksi pangan; (3) peningkatan pelayanan penyuluhan dan pendampingan ketahanan pangan masyarakat (4) pengembangan perdagangan pangan regional dan antar daerah; (5) pengembangan lumbung pangan dan cadangan pangan (6) peningkatan kualitas konsumsi pangan melalui upaya diversifikasi konsumsi pangan (7) revitalisasi Kewaspadaan Pangan dan Gizi sebagai sistem pemantauan secara dini rawan pangan serta (8) serta fasilitasi terhadap permasalahan lain yang terkait dengan penanganan kelompok rawan pangan diatas.

1. Sistem kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG)
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) dimaksudkan sebagai rangkaian kegiatan pengamatan situasi pangan dan gizi melalui penyediaan data/informasi, pengolahan data, dan analisis serta rencana intervensi untuk penanganan masalah gangguan pangan dan gizi. SKPG merupakan suatu sistem pendeteksian dan pengelolaan informasi tentang situasi pangan dan gizi, yang berjalan terus menerus. Oleh karena itu penerapan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi diharapkan dapat diandalkan sebagai alat pemantauan dini, pengolahan dan analisis data, peramalan, pemetaan, maupun perencanaan penanggulangan/intervensi masalah kerawanan pangan dan gizi dengan mengoptimalkan koordinasi lintas sektor.
Melalui kegiatan analisis situasi pangan dan gizi yang didasarkan pada data laporan rutin yang tersedia, atau berdasar hasil survei-survei khusus, dapat dijadikan bahan pengambilan Keputusan ataupun Tindakan Penanganan Masalah Krisis Pangan dan Gizi. Informasi yang dihasilkan menjadi dasar perencanaan, penentuan kebijakan, koordinasi program dan kegiatan penanggulangan kerawanan pangan dan gizi serta evaluasi program jangka panjang maupun program jangka pendek.
Informasi yang dihasilkan dari penerapan SKPG melalui tindakan peramalan secara berkala dapat dijadikan bahan tindakan prefentif terhadap produksi pangan, dengan mewaspadai situasi, melakukan pemantauan tanda-tanda secara intensif Selain itu dipergunakan apabila terjadi ancaman terjadinya krisis pangan, dengan melakukan analisis Indikator dan, krisis pangan/ kelaparan tingkat rumah tangga, gizi kurang dan gizi buruk.
Dengan terjadinya krisis pangan akibat kekeringan, banjir, serangan hama dan penyakit membawa dampak yang memberatkan kehidupan masyarakat, terutama yang tidak memiliki ketahanan ekonomi termasuk para petani di pedesaan yang ikut dalam proses produksi. Untuk menanggulangi dampak krisis tersebut dilaksanakan langkah mendesak melalui intervensi. Jenis intervensi sebagai upaya penanggulangan masalah pangan ditetapkan berdasarkan jenis masalah dengan memperhatikan keadaan daerah.
Melalui kegiatan SKPG dilakukan identifikasi dan inventarisasi daerah rawan pangan kronis dan transient secara dini, sehingga dapat diketahui daerah dan kelompok masyarakat tani (beberapa kelompoktani) yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya dan sebab-sebab terjadinya kerawanan pangan
2. Pemberdayaan Daerah Rawan Pangan (PDRP)
Kegiatan penanganan daerah rawan pangan telah dimulai sejak tahun 2002 dalam bentuk kegiatan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) Pemberdayaan Daerah Rawan Pangan (PDRP). Pada tahun berikutnya PDRP tidak lagi dalam bentuk BLM, akan tetapi merupakan kegiatan bantuan kepada masyarakat yang mengalami rawan pangan karena terkena dampak bencana.
PDRP tahun 2004 selain sudah diberikan batasan-batasan dalam Pedoman Umum Program Peningkatan Ketahanan Pangan TA 2004 tentang bentuk bentuk kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam pemanfaatan dana PDRP, masih dipandang perlu untuk memberikan Pedomam Umum Pemberdayaan Daerah Rawan Pangan Tahun 2004.
Pada tahun 2006 alokasi dana dikabupaten digabungkan dengan dana kegiatan Desa Mandiri Pangan yaitu rata-rata sebesar Rp.50 juta. Pemanfaatan dana di kabupaten adalah Rp.25 juta untuk kegiatan identifikasi melalui penerapan SKPG dan Rp.25 juta untuk keperluan intervensi.
Bagi kabupaten yang tidak terdapat alokasi dana Tugas Pembantuan, maka dananya dititipkan di provinsi berupa dana dekonsentrasi yang besarnya bervariasi sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan. Bagi daerah yang tidak ada alokasi dana Tugas Pembantuan tugas, apabila terjadi kerawanan pangan maka dana sebesar Rp.25 juta yang dititipkan di provinsi dapat dipergunakan.
Pada tahun 2006 akan diselenggarakan Workshop Penguatan PDRP dalam rangka menyempurnakan Pedum PDRP yang sebelumnya dijadikan acuan dalam pelaksanaan PDRP.
3. Koordinasi Penanganan Kerawanan di Papua, NTB dan NTT
Tiga propinsi yang cukup menonjol masalah kerawanan pangan dan perlu diupayakan penanganannya melalui koordinasi yang baik dengan melibatkan berbagai instansi terkait antara lain di propinsi Papua, khususnya di Yahukimo, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Fokus kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk mengindentifikasi masalah rawan pangan dan gizi buruk, menginventarisasi upaya yang telah dilakukan, mengindentifikasi kebutuhan akan bantuan yang diperlukan, melakukan intervensi terbatas sebagai pemicu stakeholder untuk melakukan hal serupa dan sebagai acuan dalam menghapuskan kerawanan pangan.
a. Penanganan di Papua (Yahukimo)
Berdasarkan laporan yang dihimpun, pada dasarnya di Yahukimo belum ada masalah kesehatan yang terkait dengan busung lapar, namun ada indikasi kekurangan bahan pangan. Hal tersebut ditandai dengan dikonsumsinya sayur-sayuran dan buah-buahan dari hutan, karena kebun yang ditanami belum menghasilkan. Sedangkan kasus kematian yang dilaporkan disebabkan karena dehidrasi diare, penyakit ispa dan malaria. Beberapa anak juga diindikasikan mengalami gizi kurang dan kekurangan vitamin.
Untuk mengatasi masalah di Yahukimo telah dilakukan koordinasi penanganan lintas sektoral dengan fokus kegiatan seperti : penataan pemukiman, pengembangan infrastruktur, pembangunan pertanian dan cadangan pangan, penguatan/pemberdayaan kapasitas kelembagaan masyarakat. Rencana yang akan dilakukan dalam jangka menengah adalah pemukiman kembali masyarakat lokal yang tersebar dengan memberikan bantuan perumahan dan pembangunan infrastrtuktur pedesaan, serta bantuan saprodi. Kegiatan lainya adalah pengembangan pangan alternatif (jagung, talas dan sukun), peningkatan pelayanan medis dan penyuluhan pertanian serta pengelolaan cadangan pangan. Rencana jangka panjang adalah peningkatan kemampuan produksi pangan, pengelolaan cadangan pangan dan peningkatan pendapatan masyarakat. Rencana tersebut diimplementasikan melalui kegiatan perbaikan dan pengembangan infrastruktur pertanian dan pedesaan, pembangunan dan perbaikan sistem usahatani, pembangunan infrastruktur pendidikan dan kesehatan, pembangunan infrastruktur penelitian lapangan, peningkatan kemampuan masyarakat dan aparat dalam mengelola usahatani dan lumbung pangan serta revitalisasi TPG.

b. Penanganan di Nusa Tenggara Barat
Masalah yang timbul di NTB adalah gizi kurang. Sampai dengan Juni 2005 tercatat 1.355 balita mengalami gizi kurang, 1.300 gizi buruk, termasuk 596 balita mengalami marasmus, 22 balita mengalami kwashiorkor, dan 17 balita mengalami kasus marasmus – kwashiorkor.
Upaya penanganan balita gizi kurang dan gizi buruk memerlukan pendekatan menyeluruh melalui tahapan pencegahan, tanggap darurat dan rehabilitasi konstruksi. Yang pelaksanaannya harus berkoordinasi antar instansi terkait. Fokus kegiatan yang jangka menengah dan jangka panjang adalah peningkatan ekonomi dan perbaikan konsumsi gizi rumah tangga. Dalam jangka menengah fokus kegiatannya adalah penyediaan sarana produksi dan pengembangan pekarangan, penyebaran ternak ayam dan kambing, gerakan diversifikasi pangan dan gizi, revitalisasi TPG, replikasi kegiatan PIDRA, SPFS dan Desa Mandiri Pangan. Fokus pembangunan jangka panjang adalah perbaikan infrastruktur pedesaan, pengembangan lumbung pangan masyarakat, pangan olahan dan olahannya, pengembangan tanaman bernilai ekonomi (sukun, nangka, mangga dan jambu mete), pengembangan warung desa sebagai sarana promosi pangan beragam dan bergizi seimbang, melanjutkan kegiatan PIDRA, SPFS dan Desa Mandiri Pangan.
c. Penanganan di Nusa Tenggara Timur
Masalah penyebab gizi buruk dan rawan pangan lebih kompleks karena menyangkut masalah kekeringan dan kemiskinan serta faktor lain seperti pemahaman soal gizi seimbang dan lainnya. Jumlah penderita gizi buruk 11.440 orang dengan rincian mengalami marasmus 292 orang, kwashiorkor 1 orang dan marasmus-kwashiorkor 4 orang (Juni 2005).
Dalam rangka mengatasi masalah gizi buruk dan rawan pangan, fokus kegiatan yang dilakukan adalah peningkatan kapasitas produksi pangan dan peningkatan pendapatan ekonomi rumah tangga. Untuk jangka menengah kegiatan yang dilaksanakan adalah penguatan dan pengembangan kapasitas produksi pangan melalui bantuan benih padi, jagung, kacang tanah dan kacang hijau, serta bantuan sarana produksi pertanian. Selain hal tersebut, dilakukan upaya pemanfaatan lahan pekarangan, pengembangan usaha pasca panen dan pengolahan, pengembangan usaha pasca panen dan pengolahan, pengembangan usaha non farm (padat karya), revitalisasi TPG serta replikasi kegiatan PIDRA dan Desa Mandiri Pangan.
Pada tanggal 18 Nopember 2005 Wakil Presiden telah melaunching penanganan bantuan rawan pangan dan gizi buruk di desa Tesabela kabupaten Kupang dengan alokasi anggaran penanganan/intervensi penanggulangan kerawanan pangan dan gizi buruk yang dihimpun dari berbagai instansi terkait mencapai Rp.334.797.761.500.
Untuk efektifitas pelaksanaan kegiatan di tingkat pusat telah dibentuk Tim Koordinasi Penanganan Gizi Buruk dan Rawan Pangan dengan penanggung jawab Menteri Pertanian, Ketua Pelaksana Kepala Badan Ketahanan Pangan, dan anggota dari berbagai instansi terkait. Tim yang sama juga dibentuk di tingkat propinsi dan kabupaten.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar