Rabu, 06 Oktober 2010

Rekayasa Tanaman-replikasi DNA

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Laporan ini disusun agar pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang replikasi DNA.
Makalah ini memuat tentang “Replikasi DNA” yang akan menambah pengetahuan kita tentang bagaimana replikasi DNA terjadi.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen yang telah banyak membantu penyusun agar dapat menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.


Penulis









DAFTAR ISI





















BAB I
PENDAHULUAN
1.1 . Latar belakang
Semakin meningkatnya zaman, semakin pesat pula ilmu pengetahuan serta teknologi yang canggih. Sehingga banyak kajian-kajian yang dapat kita ambil dan kita manfaatkan sebagai penunjang pengetahuan yang dapat kita terapkan. Baik dalam aspek kehidupan sehari-hari maupun fenomena-fenomena yang terjadi, semua telah dapat di ungkap secara eksakta. Khususnya dalam ilmu biologi kita dapat mengetahui aktifitas sel dalam tubuh, baik tubuh manusia, hewan dan tumbuhan. Sehingga kita dapat mengidentifikaskan pewarisan sifat yang akan diturunkan, oleh karena itu mempelajari ilmu tentang genetik itu sangat penting bagi kita. Karena genetik merupakan















BAB II
MATERI
2.1. DNA (Asam deoksiribonukleat)
Asam deoksiribonukleat, lebih dikenal dengan DNA (bahasa Inggris: deoxyribonucleic acid), adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul utama penyusun berat kering setiap organisme. Di dalam sel, DNA umumnya terletak di dalam inti sel.
Secara garis besar, peran DNA di dalam sebuah sel adalah sebagai materi genetik; artinya, DNA menyimpan cetak biru bagi segala aktivitas sel. Ini berlaku umum bagi setiap organisme. Di antara perkecualian yang menonjol adalah beberapa jenis virus (dan virus tidak termasuk organisme) seperti HIV (Human Immunodeficiency Virus).
DNA merupakan polimer yang terdiri dari tiga komponen utama,
• gugus fosfat
• gula deoksiribosa
• basa nitrogen, yang terdiri dari:
o Adenina (A)
o Guanina (G)
o Sitosina (C)
o Timina (T)
Sebuah unit monomer DNA yang terdiri dari ketiga komponen tersebut dinamakan nukleotida, sehingga DNA tergolong sebagai polinukleotida.
Rantai DNA memiliki lebar 22-24 Å, sementara panjang satu unit nukleotida 3,3 Å. Walaupun unit monomer ini sangatlah kecil, DNA dapat memiliki jutaan nukleotida yang terangkai seperti rantai. Misalnya, kromosom terbesar pada manusia terdiri atas 220 juta nukleotida.
Rangka utama untai DNA terdiri dari gugus fosfat dan gula yang berselang-seling. Gula pada DNA adalah gula pentosa (berkarbon lima), yaitu 2-deoksiribosa. Dua gugus gula terhubung dengan fosfat melalui ikatan fosfodiester antara atom karbon ketiga pada cincin satu gula dan atom karbon kelima pada gula lainnya. Salah satu perbedaan utama DNA dan RNA adalah gula penyusunnya; gula RNA adalah ribosa.
DNA terdiri atas dua untai yang berpilin membentuk struktur heliks ganda. Pada struktur heliks ganda, orientasi rantai nukleotida pada satu untai berlawanan dengan orientasi nukleotida untai lainnya. Hal ini disebut sebagai antiparalel. Masing-masing untai terdiri dari rangka utama, sebagai struktur utama, dan basa nitrogen, yang berinteraksi dengan untai DNA satunya pada heliks. Kedua untai pada heliks ganda DNA disatukan oleh ikatan hidrogen antara basa-basa yang terdapat pada kedua untai tersebut. Empat basa yang ditemukan pada DNA adalah adenin (dilambangkan A), sitosin (C, dari cytosine), guanin (G), dan timin (T). Adenin berikatan hidrogen dengan timin, sedangkan guanin berikatan dengan sitosin.
2.2. Definisi Replikasi DNA
Replikasi merupakan proses pelipatgandaan DNA. Proses replikasi ini diperlukan ketika sel akan membelah diri. Pada setiap sel, kecuali sel gamet, pembelahan diri harus disertai dengan replikasi DNA supaya semua sel turunan memiliki informasi genetik yang sama. Pada dasarnya, proses replikasi memanfaatkan fakta bahwa DNA terdiri dari dua rantai dan rantai yang satu merupakan "konjugat" dari rantai pasangannya. Dengan kata lain, dengan mengetahui susunan satu rantai, maka susunan rantai pasangan dapat dengan mudah dibentuk. Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan bagaimana proses replikasi DNA ini terjadi. Salah satu teori yang paling populer menyatakan bahwa pada masing-masing DNA baru yang diperoleh pada akhir proses replikasi; satu rantai tunggal merupakan rantai DNA dari rantai DNA sebelumnya, sedangkan rantai pasangannya merupakan rantai yang baru disintesis. Rantai tunggal yang diperoleh dari DNA sebelumnya tersebut bertindak sebagai "cetakan" untuk membuat rantai pasangannya.



Proses replikasi memerlukan protein atau enzim pembantu; salah satu yang terpenting dikenal dengan nama DNA polimerase, yang merupakan enzim pembantu pembentukan rantai DNA baru yang merupakan suatu polimer. Proses replikasi diawali dengan pembukaan untaian ganda DNA pada titik-titik tertentu di sepanjang rantai DNA. Proses pembukaan rantai DNA ini dibantu oleh enzim helikase yang dapat mengenali titik-titik tersebut, dan enzim girase yang mampu membuka pilinan rantai DNA. Setelah cukup ruang terbentuk akibat pembukaan untaian ganda ini, DNA polimerase masuk dan mengikat diri pada kedua rantai DNA yang sudah terbuka secara lokal tersebut. Proses pembukaan rantai ganda tersebut berlangsung disertai dengan pergeseran DNA polimerase mengikuti arah membukanya rantai ganda. Monomer DNA ditambahkan di kedua sisi rantai yang membuka setiap kali DNA polimerase bergeser. Hal ini berlanjut sampai seluruh rantai telah benar-benar terpisah.
Proses replikasi DNA ini merupakan proses yang rumit namun teliti. Proses sintesis rantai DNA baru memiliki suatu mekanisme yang mencegah terjadinya kesalahan pemasukan monomer yang dapat berakibat fatal. Karena mekanisme inilah kemungkinan terjadinya kesalahan sintesis amatlah kecil.
Jadi, replikasi DNA adalah proses penggandaan molekul DNA untai ganda. Pada sel, replikasi DNA terjadi sebelum pembelahan sel. Prokariota terus-menerus melakukan replikasi DNA. Pada eukariota, waktu terjadinya replikasi DNA sangatlah diatur, yaitu pada fase S siklus sel, sebelum mitosis atau meiosis I. Penggandaan tersebut memanfaatkan enzim DNA polimerase yang membantu pembentukan ikatan antara nukleotida-nukleotida penyusun polimer DNA. Proses replikasi DNA dapat pula dilakukan in vitro dalam proses yang disebut reaksi berantai polimerase (PCR).









2.3. Garpu replikasi
Garpu replikasi atau cabang replikasi (replication fork) ialah struktur yang terbentuk ketika DNA bereplikasi. Garpu replikasi ini dibentuk akibat enzim helikase yang memutus ikatan-ikatan hidrogen yang menyatukan kedua untaian DNA, membuat terbukanya untaian ganda tersebut menjadi dua cabang yang masing-masing terdiri dari sebuah untaian tunggal DNA. Masing-masing cabang tersebut menjadi "cetakan" untuk pembentukan dua untaian DNA baru berdasarkan urutan nukleotida komplementernya. DNA polimerase membentuk untaian DNA baru dengan memperpanjang oligonukleotida yang dibentuk oleh enzim primase dan disebut primer.
DNA polimerase membentuk untaian DNA baru dengan menambahkan nukleotida—dalam hal ini, deoksiribonukleotida—ke ujung 3'-hidroksil bebas nukleotida rantai DNA yang sedang tumbuh. Dengan kata lain, rantai DNA baru disintesis dari arah 5'→3', sedangkan DNA polimerase bergerak pada DNA "induk" dengan arah 3'→5'. Namun demikian, salah satu untaian DNA induk pada garpu replikasi berorientasi 3'→5', sementara untaian lainnya berorientasi 5'→3', dan helikase bergerak membuka untaian rangkap DNA dengan arah 5'→3'. Oleh karena itu, replikasi harus berlangsung pada kedua arah berlawanan tersebut.
2.4. Pembentukan leading strand
Pada replikasi DNA, untaian pengawal (leading strand) ialah untaian DNA yang disintesis dengan arah 5'→3' secara berkesinambungan. Pada untaian ini, DNA polimerase mampu membentuk DNA menggunakan ujung 3'-OH bebas dari sebuah primer RNA dan sintesis DNA berlangsung secara berkesinambungan, searah dengan arah pergerakan garpu replikasi.
2.5. Pembentukan lagging strand
Lagging strand ialah untaian DNA yang terletak pada sisi yang berseberangan dengan leading strand pada garpu replikasi. Untaian ini disintesis dalam segmen-segmen yang disebut fragmen Okazaki. Pada untaian ini, primase membentuk primer RNA. DNA polimerase dengan demikian dapat menggunakan gugus OH 3' bebas pada primer RNA tersebut untuk mensintesis DNA dengan arah 5'→3'. Fragmen primer RNA tersebut lalu disingkirkan (misalnya dengan RNase H dan DNA Polimerase I) dan deoksiribonukleotida baru ditambahkan untuk mengisi celah yang tadinya ditempati oleh RNA. DNA ligase lalu menyambungkan fragmen-fragmen Okazaki tersebut sehingga sintesis lagging strand menjadi lengkap.
2.6. Dinamika pada garpu replikasi
Bukti-bukti yang ditemukan belakangan ini menunjukkan bahwa enzim dan protein yang terlibat dalam replikasi DNA tetap berada pada garpu replikasi sementara DNA membentuk gelung untuk mempertahankan pembentukan DNA ke dua arah. Hal ini merupakan akibat dari interaksi antara DNA polimerase, sliding clamp, dan clamp loader.
Sliding clamp pada semua jenis makhluk hidup memiliki struktur serupa dan mampu berinteraksi dengan berbagai DNA polimerase prosesif maupun non-prosesif yang ditemukan di sel. Selain itu, sliding clamp berfungsi sebagai suatu faktor prosesivitas. Ujung-C sliding clamp membentuk gelungan yang mampu berinteraksi dengan protein-protein lain yang terlibat dalam replikasi DNA (seperti DNA polimerase dan clamp loader). Bagian dalam sliding clamp memungkinkan DNA bergerak melaluinya. Sliding clamp tidak membentuk interaksi spesifik dengan DNA. Terdapat lubang 35A besar di tengah clamp ini. Lubang tersebut berukuran sesuai untuk dilalui DNA dan air menempati tempat sisanya sehingga clamp dapat bergeser pada sepanjang DNA. Begitu polimerase mencapai ujung templat atau mendeteksi DNA berutas ganda (lihat di bawah), sliding clamp mengalami perubahan konformasi yang melepaskan DNA polimerase.
Clamp loader merupakan protein bersubunit banyak yang mampu menempel pada sliding clamp dan DNA polimerase. Dengan hidrolisis ATP, clamp loader terlepas dari sliding clamp sehingga DNA polimerase menempel pada sliding clamp. Sliding clamp hanya dapat berikatan pada polimerase selama terjadinya sintesis utas tunggal DNA. Jika DNA rantai tunggal sudah habis, polimerase mampu berikatan dengan subunit pada clamp loader dan bergerak ke posisi baru pada lagging strand. Pada leading strand, DNA polimerase III bergabung dengan clamp loader dan berikatan dengan sliding clamp.
2.7. Replikasi di prokariota dan eukariota
Replikasi DNA prokariota
Replikasi DNA kromosom prokariota, khususnya bakteri, sangat berkaitan dengan siklus pertumbuhannya. Daerah ori pada E. coli, misalnya, berisi empat buah tempat pengikatan protein inisiator DnaA, yang masing-masing panjangnya 9 pb. Sintesis protein DnaA ini sejalan dengan laju pertumbuhan bakteri sehingga inisiasi replikasi juga sejalan dengan laju pertumbuhan bakteri. Pada laju pertumbuhan sel yang sangat tinggi; DNA kromosom prokariota dapat mengalami reinisiasi replikasi pada dua ori yang baru terbentuk sebelum putaran replikasi yang pertama berakhir. Akibatnya, sel-sel hasil pembelahan akan menerima kromosom yang sebagian telah bereplikasi.
Protein DnaA membentuk struktur kompleks yang terdiri atas 30 hingga 40 buah molekul, yang masing-masing akan terikat pada molekul ATP. Daerah ori akan mengelilingi kompleks DnaA-ATP tersebut. Proses ini memerlukan kondisi superkoiling negatif DNA (pilinan kedua untai DNA berbalik arah sehingga terbuka). Superkoiling negatif akan menyebabkan pembukaan tiga sekuens repetitif sepanjang 13 pb yang kaya dengan AT sehingga memungkinkan terjadinya pengikatan protein DnaB, yang merupakan enzim helikase, yaitu enzim yang akan menggunakan energi ATP hasil hidrolisis untuk bergerak di sepanjang kedua untai DNA dan memisahkannya.
Untai DNA tunggal hasil pemisahan oleh helikase selanjutnya diselubungi oleh protein pengikat untai tunggal atau single-stranded binding protein (Ssb) untuk melindungi DNA untai tunggal dari kerusakan fisik dan mencegah renaturasi. Enzim DNA primase kemudian akan menempel pada DNA dan menyintesis RNA primer yang pendek untuk memulai atau menginisiasi sintesis pada untai pengarah. Agar replikasi dapat terus berjalan menjauhi ori, diperlukan enzim helikase selain DnaB. Hal ini karena pembukaan heliks akan diikuti oleh pembentukan putaran baru berupa superkoiling positif. Superkoiling negatif yang terjadi secara alami ternyata tidak cukup untuk mengimbanginya sehingga diperlukan enzim lain, yaitu topoisomerase tipe II yang disebut dengan DNA girase. Enzim DNA girase ini merupakan target serangan antibiotik sehingga pemberian antibiotik dapat mencegah berlanjutnya replikasi DNA bakteri.
Seperti telah dijelaskan di atas, replikasi DNA terjadi baik pada untai pengarah maupun pada untai tertinggal. Pada untai tertinggal suatu kompleks yang disebut primosom akan menyintesis sejumlah RNA primer dengan interval 1.000 hingga 2.000 basa. Primosom terdiri atas helikase DnaB dan DNA primase.
Primer baik pada untai pengarah maupun pada untai tertinggal akan mengalami elongasi dengan bantuan holoenzim DNA polimerase III. Kompleks multisubunit ini merupakan dimer, separuh akan bekerja pada untai pengarah dan separuh lainnya bekerja pada untai tertinggal. Dengan demikian, sintesis pada kedua untai akan berjalan dengan kecepatan yang sama.
Masing-masing bagian dimer pada kedua untai tersebut terdiri atas subunit a, yang mempunyai fungsi polimerase sesungguhnya, dan subunit e, yang mempunyai fungsi penyuntingan berupa eksonuklease 3’– 5’. Selain itu, terdapat subunit b yang menempelkan polimerase pada DNA.
Begitu primer pada untai tertinggal dielongasi oleh DNA polimerase III, mereka akan segera dibuang dan celah yang ditimbulkan oleh hilangnya primer tersebut diisi oleh DNA polimerase I, yang mempunyai aktivitas polimerase 5’ – 3’, eksonuklease 5’ – 3’, dan eksonuklease penyuntingan 3’ – 5’. Eksonuklease 5’ - 3’ membuang primer, sedangkan polimerase akan mengisi celah yang ditimbulkan. Akhirnya, fragmen-fragmen Okazaki akan dipersatukan oleh enzim DNA ligase. Secara in vivo, dimer holoenzim DNA polimerase III dan primosom diyakini membentuk kompleks berukuran besar yang disebut dengan replisom. Dengan adanya replisom sintesis DNA akan berlangsung dengan kecepatan 900 pb tiap detik.
Kedua garpu replikasi akan bertemu kira-kira pada posisi 180°C dari ori. Di sekitar daerah ini terdapat sejumlah terminator yang akan menghentikan gerakan garpu replikasi. Terminator tersebut antara lain berupa produk gen tus, suatu inhibitor bagi helikase DnaB. Ketika replikasi selesai, kedua lingkaran hasil replikasi masih menyatu. Pemisahan dilakukan oleh enzim topoisomerase IV. Masing-masing lingkaran hasil replikasi kemudian disegregasikan ke dalam kedua sel hasil pembelahan.
Replikasi DNA eukariota
Pada eukariota, replikasi DNA hanya terjadi pada fase S di dalam interfase. Untuk memasuki fase S diperlukan regulasi oleh sistem protein kompleks yang disebut siklin dan kinase tergantung siklin atau cyclin-dependent protein kinases (CDKs), yang berturut-turut akan diaktivasi oleh sinyal pertumbuhan yang mencapai permukaan sel. Beberapa CDKs akan melakukan fosforilasi dan mengaktifkan protein-protein yang diperlukan untuk inisiasi pada masing-masing ori.
Berhubung dengan kompleksitas struktur kromatin, garpu replikasi pada eukariota bergerak hanya dengan kecepatan 50 pb tiap detik. Sebelum melakukan penyalinan, DNA harus dilepaskan dari nukleosom pada garpu replikasi sehingga gerakan garpu replikasi akan diperlambat menjadi sekitar 50 pb tiap detik. Dengan kecepatan seperti ini diperlukan waktu sekitar 30 hari untuk menyalin molekul DNA kromosom pada kebanyakan mamalia.
Sederetan sekuens tandem yang terdiri atas 20 hingga 50 replikon mengalami inisiasi secara serempak pada waktu tertentu selama fase S. Deretan yang mengalami inisasi paling awal adalah eukromatin, sedangkan deretan yang agak lambat adalah heterokromatin. Daerah sentromer dan telomer dari DNA bereplikasi paling lambat. Pola semacam ini mencerminkan aksesibilitas struktur kromatin yang berbeda-beda terhadap faktor inisiasi.
Seperti halnya pada prokariota, satu atau beberapa DNA helikase dan Ssb yang disebut dengan protein replikasi A atau replication protein A (RP-A) diperlukan untuk memisahkan kedua untai DNA. Selanjutnya, tiga DNA polimerase yang berbeda terlibat dalam elongasi. Untai pengarah dan masing-masing fragmen untai tertinggal diinisiasi oleh RNA primer dengan bantuan aktivitas primase yang merupakan bagian integral enzim DNA polimerase a. Enzim ini akan meneruskan elongasi replikasi tetapi kemudian segera digantikan oleh DNA polimerase d pada untai pengarah dan DNA polimerase e pada untai tertinggal. Baik DNA polimerase d maupun e mempunyai fungsi penyuntingan. Kemampuan DNA polimerase d untuk menyintesis DNA yang panjang disebabkan oleh adanya antigen perbanyakan nuklear sel atau proliferating cell nuclear antigen (PCNA), yang fungsinya setara dengan subunit b holoenzim DNA polimerase III pada E. coli. Selain terjadi penggandaan DNA, kandungan histon di dalam sel juga mengalami penggandaan selama fase S.
Mesin replikasi yang terdiri atas semua enzim dan DNA yang berkaitan dengan garpu replikasi akan diimobilisasi di dalam matriks nuklear. Mesin-mesin tersebut dapat divisualisasikan menggunakan mikroskop dengan melabeli DNA yang sedang bereplikasi. Pelabelan dilakukan menggunakan analog timidin, yaitu bromodeoksiuridin (BUdR), dan visualisasi DNA yang dilabeli tersebut dilakukan dengan imunofloresensi menggunakan antibodi yang mengenali BUdR.
Ujung kromosom linier tidak dapat direplikasi sepenuhnya karena tidak ada DNA yang dapat menggantikan RNA primer yang dibuang dari ujung 5’ untai tertinggal. Dengan demikian, informasi genetik dapat hilang dari DNA. Untuk mengatasi hal ini, ujung kromosom eukariota (telomer) mengandung beratus-ratus sekuens repetitif sederhana yang tidak berisi informasi genetik dengan ujung 3’ melampaui ujung 5’. Enzim telomerase mengandung molekul RNA pendek, yang sebagian sekuensnya komplementer dengan sekuens repetitif tersebut. RNA ini akan bertindak sebagai cetakan (templat) bagi penambahan sekuens repetitif pada ujung 3’.
Hal yang menarik adalah bahwa aktivitas telomerase mengalami penekanan di dalam sel-sel somatis pada organisme multiseluler, yang lambat laun akan menyebabkan pemendekan kromosom pada tiap generasi sel. Ketika pemendekan mencapai DNA yang membawa informasi genetik, sel-sel akan menjadi layu dan mati. Fenomena ini diduga sangat penting di dalam proses penuaan sel. Selain itu, kemampuan penggandaan yang tidak terkendali pada kebanyakan sel kanker juga berkaitan dengan reaktivasi enzim telomerase.

Rekayasa Tanaman-pautan gen dan peta kromosom

Pautan genetik
Pautan genetik (genetic linkage dalam bahasa Inggris) dalam genetika adalah kecenderungan alel-alel pada dua atau lebih lokus pada satu berkas kromosom yang sama (kromatid) untuk bersegregasi bersama-sama. Pada meiosis, dua berkas kromatid homolog (sister chromatids) akan berpisah sewaktu anafase I. Alel-alel yang terletak pada berkas kromatid yang sama akan sama-sama bersegregasi. Segregasi bersama-sama ini terjadi karena adanya pautan genetik pada alel-alel tersebut.
Pautan genetik pertama kali dikenali dan dijelaskan oleh ahli genetika Inggris William Bateson dan Reginald Punnett, segera setelah penemuan kembali karya-karya Mendel. Pautan genetik dapat dideteksi secara statistik dengan korelasi atau analisis asosiasi antara dua atau lebih sifat yang menjadi ekspresi gen pada lokus-lokus yang terlibat.
Terdapat dua fase yang bisa terjadi antara dua lokus yang berpaut.
• Fase bergandengan (cis atau coupling), apabila dua gen dengan arah pengaruh yang sama (umpamanya dominans) berpautan,
• Fase berseberangan (trans tau repulsion), apabilan dua gen dengan arah pengaruh yang berbeda berpautan.
Apabila A dan B masing-masing menempati lokus berbeda yang berpaut, dan huruf kapital menyatakan arah pengaruh yang berbeda dari huruf kecil, kedua fase itu dapat digambarkan sebagai berikut.
Fase bergandengan: A B Fase berseberangan: A b atau a B
(cis) ———— (trans) ———— ————
———— ———— ————
A B A b a B

Pautan genetik dapat dipatahkan oleh peristiwa pindah silang, yang terjadi pada tahap profase I dalam meiosis. Semakin dekat posisi dua lokus, semakin rendah frekuensi pindah silangnya. Peristiwa pindah silang menjamin terjaganya variasi maksimum pada keturunan yang sebesar-besarnya.
Sebagai contoh :
adalah lalat buah betina mata merah (dominan) dikawinkan dengan lalat buah jantan mata putih (resesif) ——> F1 semua bermata merah. Tetapi pada F2 semua yang bermata putih adalah jantan. Hal ini menunjukan bahwa sifat "bermata putih" merupakan sifat yang terpaut pada kromosom Y.

Peta Kromosom
Yang dimaksud dengan peta kromosom adalah gambar skema sebuah kromosom yang dinyatakan sebagai sebuah garis lurus dimana diperlihatkan lokus setiap genyang terletak pada kromosom itu. Sentromer dari kromosom biasanya dianggap sebagai pangkal, maka diberi tanda 0 (angka 0). Pada lokus setiap gen dibubuhkanangka yang menunjukkan jarak antara gen itu dengan sentromer atau jarak antara satu gen dengan gen yang lain.
Misal pada lokus gen p tertulis angka 6,2. Ini berarti bahwa jarak antara sentromer ke gen p ialah 6,2 unit. Pada lokus gen q tertulis angka 10, berarti bahwa jarak sentromer dengan gen q ialah 10 unit. Dengan sendirinya dapat diketahui jarakantara gen p dan gen q ialah 10 – 6,2 = 3,8 unit. Jarak antara gen p dan gen q disebut jarak peta. Peta kromosom tanpa menunjukkan letak sentromer dinamakan peta relatip.
Pemetaan genetik (Ingg. genetic mapping) merupakan suatu usaha untuk mengetahui lokus atau posisi suatu gen/penanda genetik secara relatif terhadap gen-gen atau penanda genetik lainnya. Hasil yang diperoleh adalah suatu urutan posisi sejumlah lokus pada suatu kelompok pautan (linkage group). Kelompok pautan dapat dianggap sebagai bagian dari suatu kromosom.
Pemetaan genetik merupakan tahapan yang penting dalam genomika. Perbandingan genom pada berbagai jenis organisme dapat dilakukan dan hasilnya dapat dimanfaatkan dalam bidang forensik, pertanian, kedokteran serta antropologi.
Terdapat dua cara melakukan pemetaan genetik: pemetaan pautan dan pemetaan fisik.

Rekayasa Tanaman-Replikasi DNA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 . Latar belakang
Semakin meningkatnya zaman, semakin pesat pula ilmu pengetahuan serta teknologi yang canggih. Sehingga banyak kajian-kajian yang dapat kita ambil dan kita manfaatkan sebagai penunjang pengetahuan yang dapat kita terapkan. Baik dalam aspek kehidupan sehari-hari maupun fenomena-fenomena yang terjadi, semua telah dapat di ungkap secara eksakta. Terutama dalam ilmu biologi kita dapat mengetahui aktifitas sel dalam tubuh, baik tubuh manusia, hewan dan tumbuhan. Sehingga kita dapat mengidentifikasikan masalah genetik yang sangat penting untuk kita kaji, khususnya dalam sektor pertanian. Materi genetik sangat dibutuhkan agar kita dapat mengembangkan sektor pertanian dengan cara membudidayakan suatu tanaman yang bisa kita rekayasa menjadi suatu tanaman yang kita inginkan sesuai dengan ilmu genetik tersebut.
Pengetahuan awal yang diperlukan yaitu kita dapat mempelajari pokok bahasan ini dengan lebih baik adalah struktur asam nukleat, khususnya DNA, dan struktur molekuler kromosom. Dalam hal ini konsep replikasi DNA sangat berperan penting untuk mendukung dalam materi genetik. DNA merupakan sebagai materi genetik pada sebagian besar organisme harus dapat menjalankan tiga macam fungsi pokok berikut ini. DNA harus mampu menyimpan informasi genetik dan dengan tepat dapat meneruskan informasi tersebut dari tetua kepada keturunannya, dari generasi ke generasi. Fungsi ini merupakan fungsi genotipik, oleh karena itu hal ini dapat dilaksanakan melalui replikasi.
Replikasi DNA merupakan proses penggandaan molekul DNA untai ganda. Pada sel, replikasi DNA terjadi sebelum pembelahan sel. Replikasi ini terjadi apabila sel akan membelah diri, maka dari itu pembelahan sel harus disertai dengan replikasi DNA. Dalam replikasi DNA ini ada beberapa komponen proses bagaimana replikas ini terjadi atau mekanisme pembentukan replikasi DNA.
1.2 Rumusan masalah
Dalam hal ini rumusan masalah yang dapat diidentifikasikan yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan DNA?
2. Apa yang dimaksud dengan replikasi DNA?
3. Bagaimana proses pembentukan DNA?
1.3 Tujuan dan manfaat
Tujuan dan manfaat yang dapat diambil dalam masalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan DNA
2. Untuk mempelajari dan mengetahui apa yang dimaksud dengan DNA
3. Untuk mengetahui bagaimana proses pembentukan replikasi DNA












BAB II
PEMBAHASAN
2.1. DNA (Asam deoksiribonukleat)
Asam deoksiribonukleat, lebih dikenal dengan DNA (bahasa Inggris: deoxyribonucleic acid), adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul utama penyusun berat kering setiap organisme. Di dalam sel, DNA umumnya terletak di dalam inti sel.
Secara garis besar, peran DNA di dalam sebuah sel adalah sebagai materi genetik; artinya, DNA menyimpan cetak biru bagi segala aktivitas sel. Ini berlaku umum bagi setiap organisme. Di antara perkecualian yang menonjol adalah beberapa jenis virus (dan virus tidak termasuk organisme) seperti HIV (Human Immunodeficiency Virus).
DNA merupakan polimer yang terdiri dari tiga komponen utama,
• gugus fosfat
• gula deoksiribosa
• basa nitrogen, yang terdiri dari:
o Adenina (A)
o Guanina (G)
o Sitosina (C)
o Timina (T)
Sebuah unit monomer DNA yang terdiri dari ketiga komponen tersebut dinamakan nukleotida, sehingga DNA tergolong sebagai polinukleotida.
Rantai DNA memiliki lebar 22-24 Å, sementara panjang satu unit nukleotida 3,3 Å. Walaupun unit monomer ini sangatlah kecil, DNA dapat memiliki jutaan nukleotida yang terangkai seperti rantai. Misalnya, kromosom terbesar pada manusia terdiri atas 220 juta nukleotida.
Rangka utama untai DNA terdiri dari gugus fosfat dan gula yang berselang-seling. Gula pada DNA adalah gula pentosa (berkarbon lima), yaitu 2-deoksiribosa. Dua gugus gula terhubung dengan fosfat melalui ikatan fosfodiester antara atom karbon ketiga pada cincin satu gula dan atom karbon kelima pada gula lainnya. Salah satu perbedaan utama DNA dan RNA adalah gula penyusunnya; gula RNA adalah ribosa.
DNA terdiri atas dua untai yang berpilin membentuk struktur heliks ganda. Pada struktur heliks ganda, orientasi rantai nukleotida pada satu untai berlawanan dengan orientasi nukleotida untai lainnya. Hal ini disebut sebagai antiparalel. Masing-masing untai terdiri dari rangka utama, sebagai struktur utama, dan basa nitrogen, yang berinteraksi dengan untai DNA satunya pada heliks. Kedua untai pada heliks ganda DNA disatukan oleh ikatan hidrogen antara basa-basa yang terdapat pada kedua untai tersebut. Empat basa yang ditemukan pada DNA adalah adenin (dilambangkan A), sitosin (C, dari cytosine), guanin (G), dan timin (T). Adenin berikatan hidrogen dengan timin, sedangkan guanin berikatan dengan sitosin.
2.2. Definisi Replikasi DNA
Replikasi merupakan proses pelipatgandaan DNA. Proses replikasi ini diperlukan ketika sel akan membelah diri. Pada setiap sel, kecuali sel gamet, pembelahan diri harus disertai dengan replikasi DNA supaya semua sel turunan memiliki informasi genetik yang sama. Pada dasarnya, proses replikasi memanfaatkan fakta bahwa DNA terdiri dari dua rantai dan rantai yang satu merupakan "konjugat" dari rantai pasangannya. Dengan kata lain, dengan mengetahui susunan satu rantai, maka susunan rantai pasangan dapat dengan mudah dibentuk. Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan bagaimana proses replikasi DNA ini terjadi. Salah satu teori yang paling populer menyatakan bahwa pada masing-masing DNA baru yang diperoleh pada akhir proses replikasi; satu rantai tunggal merupakan rantai DNA dari rantai DNA sebelumnya, sedangkan rantai pasangannya merupakan rantai yang baru disintesis. Rantai tunggal yang diperoleh dari DNA sebelumnya tersebut bertindak sebagai "cetakan" untuk membuat rantai pasangannya.
Proses replikasi memerlukan protein atau enzim pembantu; salah satu yang terpenting dikenal dengan nama DNA polimerase, yang merupakan enzim pembantu pembentukan rantai DNA baru yang merupakan suatu polimer. Proses replikasi diawali dengan pembukaan untaian ganda DNA pada titik-titik tertentu di sepanjang rantai DNA. Proses pembukaan rantai DNA ini dibantu oleh enzim helikase yang dapat mengenali titik-titik tersebut, dan enzim girase yang mampu membuka pilinan rantai DNA. Setelah cukup ruang terbentuk akibat pembukaan untaian ganda ini, DNA polimerase masuk dan mengikat diri pada kedua rantai DNA yang sudah terbuka secara lokal tersebut. Proses pembukaan rantai ganda tersebut berlangsung disertai dengan pergeseran DNA polimerase mengikuti arah membukanya rantai ganda. Monomer DNA ditambahkan di kedua sisi rantai yang membuka setiap kali DNA polimerase bergeser. Hal ini berlanjut sampai seluruh rantai telah benar-benar terpisah.
Proses replikasi DNA ini merupakan proses yang rumit namun teliti. Proses sintesis rantai DNA baru memiliki suatu mekanisme yang mencegah terjadinya kesalahan pemasukan monomer yang dapat berakibat fatal. Karena mekanisme inilah kemungkinan terjadinya kesalahan sintesis amatlah kecil.
Jadi, replikasi DNA adalah proses penggandaan molekul DNA untai ganda. Pada sel, replikasi DNA terjadi sebelum pembelahan sel. Prokariota terus-menerus melakukan replikasi DNA. Pada eukariota, waktu terjadinya replikasi DNA sangatlah diatur, yaitu pada fase S siklus sel, sebelum mitosis atau meiosis I. Penggandaan tersebut memanfaatkan enzim DNA polimerase yang membantu pembentukan ikatan antara nukleotida-nukleotida penyusun polimer DNA. Proses replikasi DNA dapat pula dilakukan in vitro dalam proses yang disebut reaksi berantai polimerase (PCR).








2.3 Mekanisme replikasi DNA
Ada tiga cara teoretis replikasi DNA yang pernah diusulkan, yaitu konservatif, semikonservatif, dan dispersif. Pada replikasi konservatif seluruh tangga berpilin DNA awal tetap dipertahankan dan akan mengarahkan pembentukan tangga berpilin baru. Pada replikasi semikonservatif tangga berpilin mengalami pembukaan terlebih dahulu sehingga kedua untai polinukleotida akan saling terpisah. Namun, masing-masing untai ini tetap dipertahankan dan akan bertindak sebagai cetakan (template) bagi pembentukan untai polinukleotida baru. Sementara itu, pada replikasi dispersif kedua untai polinukleotida mengalami fragmentasi di sejumlah tempat. Kemudian, fragmen-fragmen polinukleotida yang terbentuk akan menjadi cetakan bagi fragmen nukleotida baru sehingga fragmen lama dan baru akan dijumpai berselang-seling di dalam tangga berpilin yang baru. antara ketiga cara replikasi DNA yang diusulkan tersebut, hanya cara semikonservatif yang dapat dibuktikan kebenarannya melalui percobaan yang dikenal dengan nama sentrifugasi seimbang dalam tingkat kerapatan atau equilibrium density-gradient centrifugation. Percobaan ini dilaporkan hasilnya pada tahun 1958 oleh M.S. Meselson dan F.W. Stahl.
2.4 Garpu replikasi
Garpu replikasi atau cabang replikasi (replication fork) ialah struktur yang terbentuk ketika DNA bereplikasi. Garpu replikasi ini dibentuk akibat enzim helikase yang memutus ikatan-ikatan hidrogen yang menyatukan kedua untaian DNA, membuat terbukanya untaian ganda tersebut menjadi dua cabang yang masing-masing terdiri dari sebuah untaian tunggal DNA. Masing-masing cabang tersebut menjadi "cetakan" untuk pembentukan dua untaian DNA baru berdasarkan urutan nukleotida komplementernya. DNA polimerase membentuk untaian DNA baru dengan memperpanjang oligonukleotida yang dibentuk oleh enzim primase dan disebut primer.
DNA polimerase membentuk untaian DNA baru dengan menambahkan nukleotida—dalam hal ini, deoksiribonukleotida—ke ujung 3'-hidroksil bebas nukleotida rantai DNA yang sedang tumbuh. Dengan kata lain, rantai DNA baru disintesis dari arah 5'→3', sedangkan DNA polimerase bergerak pada DNA "induk" dengan arah 3'→5'. Namun demikian, salah satu untaian DNA induk pada garpu replikasi berorientasi 3'→5', sementara untaian lainnya berorientasi 5'→3', dan helikase bergerak membuka untaian rangkap DNA dengan arah 5'→3'. Oleh karena itu, replikasi harus berlangsung pada kedua arah berlawanan tersebut.
2.5 Pembentukan leading strand
Pada replikasi DNA, untaian pengawal (leading strand) ialah untaian DNA yang disintesis dengan arah 5'→3' secara berkesinambungan. Pada untaian ini, DNA polimerase mampu membentuk DNA menggunakan ujung 3'-OH bebas dari sebuah primer RNA dan sintesis DNA berlangsung secara berkesinambungan, searah dengan arah pergerakan garpu replikasi.
2.6 Pembentukan lagging strand
Lagging strand ialah untaian DNA yang terletak pada sisi yang berseberangan dengan leading strand pada garpu replikasi. Untaian ini disintesis dalam segmen-segmen yang disebut fragmen Okazaki. Pada untaian ini, primase membentuk primer RNA. DNA polimerase dengan demikian dapat menggunakan gugus OH 3' bebas pada primer RNA tersebut untuk mensintesis DNA dengan arah 5'→3'. Fragmen primer RNA tersebut lalu disingkirkan (misalnya dengan RNase H dan DNA Polimerase I) dan deoksiribonukleotida baru ditambahkan untuk mengisi celah yang tadinya ditempati oleh RNA. DNA ligase lalu menyambungkan fragmen-fragmen Okazaki tersebut sehingga sintesis lagging strand menjadi lengkap.
2.7 Dinamika pada garpu replikasi
Bukti-bukti yang ditemukan belakangan ini menunjukkan bahwa enzim dan protein yang terlibat dalam replikasi DNA tetap berada pada garpu replikasi sementara DNA membentuk gelung untuk mempertahankan pembentukan DNA ke dua arah. Hal ini merupakan akibat dari interaksi antara DNA polimerase, sliding clamp, dan clamp loader.
Sliding clamp pada semua jenis makhluk hidup memiliki struktur serupa dan mampu berinteraksi dengan berbagai DNA polimerase prosesif maupun non-prosesif yang ditemukan di sel. Selain itu, sliding clamp berfungsi sebagai suatu faktor prosesivitas. Ujung-C sliding clamp membentuk gelungan yang mampu berinteraksi dengan protein-protein lain yang terlibat dalam replikasi DNA (seperti DNA polimerase dan clamp loader). Bagian dalam sliding clamp memungkinkan DNA bergerak melaluinya. Sliding clamp tidak membentuk interaksi spesifik dengan DNA. Terdapat lubang 35A besar di tengah clamp ini. Lubang tersebut berukuran sesuai untuk dilalui DNA dan air menempati tempat sisanya sehingga clamp dapat bergeser pada sepanjang DNA. Begitu polimerase mencapai ujung templat atau mendeteksi DNA berutas ganda (lihat di bawah), sliding clamp mengalami perubahan konformasi yang melepaskan DNA polimerase.
Clamp loader merupakan protein bersubunit banyak yang mampu menempel pada sliding clamp dan DNA polimerase. Dengan hidrolisis ATP, clamp loader terlepas dari sliding clamp sehingga DNA polimerase menempel pada sliding clamp. Sliding clamp hanya dapat berikatan pada polimerase selama terjadinya sintesis utas tunggal DNA. Jika DNA rantai tunggal sudah habis, polimerase mampu berikatan dengan subunit pada clamp loader dan bergerak ke posisi baru pada lagging strand. Pada leading strand, DNA polimerase III bergabung dengan clamp loader dan berikatan dengan sliding clamp.
2.8 Replikasi di prokariota dan eukariota
Replikasi DNA prokariota
Replikasi DNA kromosom prokariota, khususnya bakteri, sangat berkaitan dengan siklus pertumbuhannya. Daerah ori pada E. coli, misalnya, berisi empat buah tempat pengikatan protein inisiator DnaA, yang masing-masing panjangnya 9 pb. Sintesis protein DnaA ini sejalan dengan laju pertumbuhan bakteri sehingga inisiasi replikasi juga sejalan dengan laju pertumbuhan bakteri. Pada laju pertumbuhan sel yang sangat tinggi; DNA kromosom prokariota dapat mengalami reinisiasi replikasi pada dua ori yang baru terbentuk sebelum putaran replikasi yang pertama berakhir. Akibatnya, sel-sel hasil pembelahan akan menerima kromosom yang sebagian telah bereplikasi.
Protein DnaA membentuk struktur kompleks yang terdiri atas 30 hingga 40 buah molekul, yang masing-masing akan terikat pada molekul ATP. Daerah ori akan mengelilingi kompleks DnaA-ATP tersebut. Proses ini memerlukan kondisi superkoiling negatif DNA (pilinan kedua untai DNA berbalik arah sehingga terbuka). Superkoiling negatif akan menyebabkan pembukaan tiga sekuens repetitif sepanjang 13 pb yang kaya dengan AT sehingga memungkinkan terjadinya pengikatan protein DnaB, yang merupakan enzim helikase, yaitu enzim yang akan menggunakan energi ATP hasil hidrolisis untuk bergerak di sepanjang kedua untai DNA dan memisahkannya.
Untai DNA tunggal hasil pemisahan oleh helikase selanjutnya diselubungi oleh protein pengikat untai tunggal atau single-stranded binding protein (Ssb) untuk melindungi DNA untai tunggal dari kerusakan fisik dan mencegah renaturasi. Enzim DNA primase kemudian akan menempel pada DNA dan menyintesis RNA primer yang pendek untuk memulai atau menginisiasi sintesis pada untai pengarah. Agar replikasi dapat terus berjalan menjauhi ori, diperlukan enzim helikase selain DnaB. Hal ini karena pembukaan heliks akan diikuti oleh pembentukan putaran baru berupa superkoiling positif. Superkoiling negatif yang terjadi secara alami ternyata tidak cukup untuk mengimbanginya sehingga diperlukan enzim lain, yaitu topoisomerase tipe II yang disebut dengan DNA girase. Enzim DNA girase ini merupakan target serangan antibiotik sehingga pemberian antibiotik dapat mencegah berlanjutnya replikasi DNA bakteri.
Seperti telah dijelaskan di atas, replikasi DNA terjadi baik pada untai pengarah maupun pada untai tertinggal. Pada untai tertinggal suatu kompleks yang disebut primosom akan menyintesis sejumlah RNA primer dengan interval 1.000 hingga 2.000 basa. Primosom terdiri atas helikase DnaB dan DNA primase.
Primer baik pada untai pengarah maupun pada untai tertinggal akan mengalami elongasi dengan bantuan holoenzim DNA polimerase III. Kompleks multisubunit ini merupakan dimer, separuh akan bekerja pada untai pengarah dan separuh lainnya bekerja pada untai tertinggal. Dengan demikian, sintesis pada kedua untai akan berjalan dengan kecepatan yang sama.
Masing-masing bagian dimer pada kedua untai tersebut terdiri atas subunit a, yang mempunyai fungsi polimerase sesungguhnya, dan subunit e, yang mempunyai fungsi penyuntingan berupa eksonuklease 3’– 5’. Selain itu, terdapat subunit b yang menempelkan polimerase pada DNA.
Begitu primer pada untai tertinggal dielongasi oleh DNA polimerase III, mereka akan segera dibuang dan celah yang ditimbulkan oleh hilangnya primer tersebut diisi oleh DNA polimerase I, yang mempunyai aktivitas polimerase 5’ – 3’, eksonuklease 5’ – 3’, dan eksonuklease penyuntingan 3’ – 5’. Eksonuklease 5’ - 3’ membuang primer, sedangkan polimerase akan mengisi celah yang ditimbulkan. Akhirnya, fragmen-fragmen Okazaki akan dipersatukan oleh enzim DNA ligase. Secara in vivo, dimer holoenzim DNA polimerase III dan primosom diyakini membentuk kompleks berukuran besar yang disebut dengan replisom. Dengan adanya replisom sintesis DNA akan berlangsung dengan kecepatan 900 pb tiap detik.
Kedua garpu replikasi akan bertemu kira-kira pada posisi 180°C dari ori. Di sekitar daerah ini terdapat sejumlah terminator yang akan menghentikan gerakan garpu replikasi. Terminator tersebut antara lain berupa produk gen tus, suatu inhibitor bagi helikase DnaB. Ketika replikasi selesai, kedua lingkaran hasil replikasi masih menyatu. Pemisahan dilakukan oleh enzim topoisomerase IV. Masing-masing lingkaran hasil replikasi kemudian disegregasikan ke dalam kedua sel hasil pembelahan.
Replikasi DNA eukariota
Pada eukariota, replikasi DNA hanya terjadi pada fase S di dalam interfase. Untuk memasuki fase S diperlukan regulasi oleh sistem protein kompleks yang disebut siklin dan kinase tergantung siklin atau cyclin-dependent protein kinases (CDKs), yang berturut-turut akan diaktivasi oleh sinyal pertumbuhan yang mencapai permukaan sel. Beberapa CDKs akan melakukan fosforilasi dan mengaktifkan protein-protein yang diperlukan untuk inisiasi pada masing-masing ori.
Berhubung dengan kompleksitas struktur kromatin, garpu replikasi pada eukariota bergerak hanya dengan kecepatan 50 pb tiap detik. Sebelum melakukan penyalinan, DNA harus dilepaskan dari nukleosom pada garpu replikasi sehingga gerakan garpu replikasi akan diperlambat menjadi sekitar 50 pb tiap detik. Dengan kecepatan seperti ini diperlukan waktu sekitar 30 hari untuk menyalin molekul DNA kromosom pada kebanyakan mamalia.
Sederetan sekuens tandem yang terdiri atas 20 hingga 50 replikon mengalami inisiasi secara serempak pada waktu tertentu selama fase S. Deretan yang mengalami inisasi paling awal adalah eukromatin, sedangkan deretan yang agak lambat adalah heterokromatin. Daerah sentromer dan telomer dari DNA bereplikasi paling lambat. Pola semacam ini mencerminkan aksesibilitas struktur kromatin yang berbeda-beda terhadap faktor inisiasi.
Seperti halnya pada prokariota, satu atau beberapa DNA helikase dan Ssb yang disebut dengan protein replikasi A atau replication protein A (RP-A) diperlukan untuk memisahkan kedua untai DNA. Selanjutnya, tiga DNA polimerase yang berbeda terlibat dalam elongasi. Untai pengarah dan masing-masing fragmen untai tertinggal diinisiasi oleh RNA primer dengan bantuan aktivitas primase yang merupakan bagian integral enzim DNA polimerase a. Enzim ini akan meneruskan elongasi replikasi tetapi kemudian segera digantikan oleh DNA polimerase d pada untai pengarah dan DNA polimerase e pada untai tertinggal. Baik DNA polimerase d maupun e mempunyai fungsi penyuntingan. Kemampuan DNA polimerase d untuk menyintesis DNA yang panjang disebabkan oleh adanya antigen perbanyakan nuklear sel atau proliferating cell nuclear antigen (PCNA), yang fungsinya setara dengan subunit b holoenzim DNA polimerase III pada E. coli. Selain terjadi penggandaan DNA, kandungan histon di dalam sel juga mengalami penggandaan selama fase S.
Mesin replikasi yang terdiri atas semua enzim dan DNA yang berkaitan dengan garpu replikasi akan diimobilisasi di dalam matriks nuklear. Mesin-mesin tersebut dapat divisualisasikan menggunakan mikroskop dengan melabeli DNA yang sedang bereplikasi. Pelabelan dilakukan menggunakan analog timidin, yaitu bromodeoksiuridin (BUdR), dan visualisasi DNA yang dilabeli tersebut dilakukan dengan imunofloresensi menggunakan antibodi yang mengenali BUdR.
Ujung kromosom linier tidak dapat direplikasi sepenuhnya karena tidak ada DNA yang dapat menggantikan RNA primer yang dibuang dari ujung 5’ untai tertinggal. Dengan demikian, informasi genetik dapat hilang dari DNA. Untuk mengatasi hal ini, ujung kromosom eukariota (telomer) mengandung beratus-ratus sekuens repetitif sederhana yang tidak berisi informasi genetik dengan ujung 3’ melampaui ujung 5’. Enzim telomerase mengandung molekul RNA pendek, yang sebagian sekuensnya komplementer dengan sekuens repetitif tersebut. RNA ini akan bertindak sebagai cetakan (templat) bagi penambahan sekuens repetitif pada ujung 3’.
Hal yang menarik adalah bahwa aktivitas telomerase mengalami penekanan di dalam sel-sel somatis pada organisme multiseluler, yang lambat laun akan menyebabkan pemendekan kromosom pada tiap generasi sel. Ketika pemendekan mencapai DNA yang membawa informasi genetik, sel-sel akan menjadi layu dan mati. Fenomena ini diduga sangat penting di dalam proses penuaan sel. Selain itu, kemampuan penggandaan yang tidak terkendali pada kebanyakan sel kanker juga berkaitan dengan reaktivasi enzim telomerase.






BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Jadi replikasi DNA adalah proses penggandaan molekul DNA untai ganda. Pada sel, replikasi DNA terjadi sebelum pembelahan sel. Ada tiga cara teoretis replikasi DNA yang pernah diusulkan, yaitu konservatif, semikonservatif, dan dispersif. Replikasi DNA merupakan konsef penting dalam genetika, karena Replikasi ini terjadi apabila sel akan membelah diri, maka dari itu pembelahan sel harus disertai dengan replikasi DNA.

3.2. Saran

Seharusnya materi genetika harus dipelajari secara intensif, karena merupakan suatu hal yang penting, mencakup pengetahuan atau materi yang penting, khusunya sektor pertanian. Untuk membudidaya suatu tanaman maka kita hsrus mngetahui bagaimana rekayasa tanaman dapat dibentuk dengan mempelajri ilmu tentang genetik.

Pengantar teknologi Pertanian-Hubungan Air,Tanah,Tanaman

Hubungan Air-Tanah-Tanaman
Tanaman yang hidup didunia memerlukan air dan tanah menyimpan air yang dibutuhkan tanaman. Atmosfer menyediakan energi yang diperlukan tanaman untuk mengambil air dari tanah.
Air diperlukan tanaman untuk:
• Pencernaan
• Fotosintesis
• Transport mineral dan hasil fotosintesis
• Penunjang tubuh
• Pertumbuhan
• Transpirasi
Sebagian besar (99%) air dipergunakan untuk transpirasi . Transpirasi adalah proses evaporasi dari bagian tanaman . hal ini terjadi bila tekanan uap di daun lebih besar daripada di udara dan bila stomata daun terbuka. Selama tanaman hidup selalu ada gerakan air dari tanah menuju bagian tubuh tanaman dan daun. Dari daun, air dilepas ke atmosfer dalam bentuk uap air melalui stomata kemudian terjadi transpirasi
Tanah terdiri dari:
– Mineral dan bahan organik
– Udara dan air yang mengisi pori-pori antar butiran tanah
Butiran tanah diklasifikasikan menurut ukuran antara lain pasir, debu, lempung yang kemudian menjadi tekstur tanah. Kandungan air dan udara dalam tanah berubah-ubah menjadi lengas tanah .

KTNT-evaluasi lahan

Kata Pengantar
Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Rangkuman ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang evaluasi lahan dan survei tanah, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Rangkuman ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Rangkuman ini memuat materi tentang “Materi Evaluasi Lahan dan Survei Tanah” yang menjelaskan bagaimana cara-cara melakukan survei tanah dan evaluasi lahan.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen Sosiologi yang telah membimbing penyusun agar dapat menyelesaikan rangkuman ini.
Semoga rangkuman ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.





Jatinangor , Juni 2010



















EVALUASI LAHAN

Pengertian Dasar
Dalam melaksanakan evaluasi lahan perlu terlebih dahulu memahami istilah-istilah yang digunakan, baik yang menyangkut keadaan sumber daya lahan, maupun yang berkaitan dengan kebutuhan atau persyaratan tumbuh suatu tanaman. Berikut diuraikan secara ringkas mengenai: pengertian lahan, penggunaan lahan, karakteristik lahan, kualitas lahan, dan persyaratan penggunaan lahan.

Lahan
Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976). Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang telah dipengaruhi oleh berbagai aktivitas flora, fauna dan manusia baik di masa lalu maupun saat sekarang, seperti lahan rawa dan pasang surut yang telah direklamasi atau tindakan konservasi tanah pada suatu lahan tertentu.
Evaluasi lahan memerlukan sifat-sifat fisik lingkungan suatu wilayah yang dirinci ke dalam kualitas lahan (land qualities), dan setiap kualitas lahan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Beberapa karakteristik lahan umumnya mempunyai hubungan satu sama lainnya di dalam pengertian kualitas lahan dan akan berpengaruh terhadap jenis penggunaan dan/atau pertumbuhan tanaman dan komoditas lainnya yang berbasis lahan (peternakan, perikanan, kehutanan).

Penggunaan lahan
Penggunaan lahan untuk pertanian secara umum dapat dibedakan atas: penggunaan lahan semusim, tahunan, dan permanen. Penggunaan lahan tanaman semusim diutamakan untuk tanaman musiman yang dalam polanya dapat dengan rotasi atau tumpang sari dan panen dilakukan setiap musim dengan periode biasanya kurang dari setahun. Penggunaan lahan tanaman tahunan merupakan penggunaan tanaman jangka panjang yang pergilirannya dilakukan setelah hasil tanaman tersebut secara ekonomi tidak produktif lagi, seperti pada tanaman perkebunan. Penggunaan lahan permanen diarahkan pada lahan yang tidak diusahakan untuk pertanian, seperti hutan, daerah konservasi, perkotaan, desa dan sarananya, lapangan terbang, dan pelabuhan.
Sifat-sifat penggunaan lahan mencakup data dan/atau asumsi yang berkaitan dengan aspek hasil, orientasi pasar, intensitas modal, buruh, sumber tenaga, pengetahuan teknologi penggunaan lahan, kebutuhan infrastruktur, ukuran dan bentuk penguasaan lahan, pemilikan lahan dan tingkat pendapatan per unit produksi atau unit areal. Tipe penggunaan lahan menurut sistem dan modelnya dibedakan atas dua macam yaitu multiple dan compound.

Multiple: Tipe penggunaan lahan yang tergolong multiple terdiri lebih dari satu jenis penggunaan (komoditas) yang diusahakan secara serentak pada suatu areal yang sama dari sebidang lahan. Setiap penggunaan memerlukan masukan dan kebutuhan, serta memberikan hasil tersendiri. Sebagai contoh kelapa ditanam secara bersamaan dengan kakao atau kopi di areal yang sama pada sebidang lahan. Demikian juga yang umum dilakukan secara diversifikasi antara tanaman cengkih dengan vanili atau pisang.

Compound: Tipe penggunaan lahan yang tergolong compound terdiri lebih dari satu jenis penggunaan (komoditas) yang diusahakan pada areal-areal dari sebidang lahan yang untuk tujuan evaluasi diberlakukan sebagai unit tunggal. Perbedaan jenis penggunaan bisa terjadi pada suatu sekuen atau urutan waktu, dalam hal ini ditanam secara rotasi atau secara serentak, tetapi pada areal yang berbeda pada sebidang lahan yang dikelola dalam unit organisasi yang sama. Sebagai contoh suatu perkebunan besar sebagian areal secara terpisah (satu blok/petak) digunakan untuk tanaman karet, dan blok/petak lainnya untuk kelapa sawit. Kedua komoditas ini dikelola oleh suatu perusahaan yang sama.

Karakteristik lahan
Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi. Dari beberapa pustaka menunjukkan bahwa penggunaan karakteristik lahan untuk keperluan evaluasi lahan bervariasi. Sebagai gambaran Tabel 1 menunjukkan variasi dari karakteristik lahan yang digunakan sebagai parameter dalam evaluasi kesesuaian lahan oleh beberapa sumber (Staf PPT, 1983; Bunting, 1981; Sys et al., 1993; CSR/FAO, 1983; dan Driessen, 1971).
Tabel 1. Karakteristik lahan yang digunakan sebagai parameter dalam evaluasi lahan.

Staf PPT (1983) Bunting (1981) Sys et al. (1993) CSR/FAO (1983) Driessen (1971)
Tipe hujan (Oldeman et al.) Periode pertumbuhan tanaman Temperatur rerata (°C) atau elevasi Temperatur rerata (°C) atau elevasi Lereng
Kelas drainase Temperatur rerata pada periode pertumbuhan Curah hujan (mm) Curah hujan (mm) Mikrorelief
Sebaran besar butir (lapisan atas) Curah hujan tahunan Lamanya masa kering (bulan) Lamanya masa kering (bulan) Keadaan batu
Kedalaman efektif Kelas drainase Kelembaban udara Kelembaban udara Kelas drainase
Ketebalan gambut Tekstur tanah Kelas Drainase Kelas drainase Regim kelembaban
Dekomposisi gambut/jenis gambut Kedalaman perakaran Tekstur/Struktur Tekstur Salinitas/ alkalinitas
KTK Reaksi tanah (pH) Bahan kasar Bahan kasar Kejenuhan basa
Kejenuhan basa Salinitas/ DHL Kedalaman tanah Kedalaman tanah Reaksi tanah (pH)
Reaksi tanah (pH) Pengambilan hara (N, P, K) oleh tanaman KTK liat Ketebalan gambut Kadar pirit
C-organik
Pengurasan hara (N, P, K) dari tanah Kejenuhan basa Kematangan gambut Kadar bahan organik
P-tersedia Reaksi tanah (pH) KTK liat Tebal bahan organik
Salinitas/DHL C-organik Kejenuhan basa Tekstur
Kedalaman pirit Aluminium Reaksi tanah (pH) Struktur, porositas, dan tingkatan
Lereng (%)/mikrorelief Salinitas/DHL C-organik Macam liat
Erosi Alkalinitas Aluminium Bahan induk/ cadangan mineral
Kerusakan karena banjir Lereng Salinitas/DHL Kedalaman efektif
Batu dan kerikil, penghambat pengolahan tanah Genangan Alkalinitas
Pori air tersedia Batuan di permukaan Kadar pirit
Penghambat pertumbuhan karena kekurangan air CaCO3 Lereng
Kesuburan tanah Gypsum Bahaya erosi
Permeabilitas lapisan atas Jumlah basa total Genangan
Batuan di permukaan
Singkapan batuan

Karakteristik lahan yang digunakan pada Juknis ini adalah: temperatur udara, curah hujan, lamanya masa kering, kelembaban udara, drainase, tekstur, bahan kasar, kedalaman tanah, ketebalan gambut, kematangan gambut, kapasitas tukar kation liat, kejenuhan basa, pH H20, C-organik, salinitas, alkalinitas, kedalaman bahan sulfidik, lereng, bahaya erosi, genangan, batuan di permukaan, dan singkapan batuan.
- temperatur udara : merupakan temperatur udara tahunan dan dinyatakan dalam °C
- curah hujan : merupakan curah hujan rerata tahunan dan dinyatakan dalam mm
- lamanya masa kering : merupakan jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun dengan jumlah curah hujan kurang dari 60 mm
- kelembaban udara : merupakan kelembaban udara rerata tahunan dan dinyatakan dalam %
- drainase : merupakan pengaruh laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap aerasi udara dalam tanah
- tekstur : menyatakan istilah dalam distribusi partikel tanah halus dengan ukuran <2 mm - bahan kasar : menyatakan volume dalam % dan adanya bahan kasar dengan ukuran >2 mm
- kedalaman tanah : menyatakan dalamnya lapisan tanah dalam cm yang dapat dipakai untuk perkembangan perakaran dari tanaman yang dievaluasi
- ketebalan gambut : digunakan pada tanah gambut dan menyatakan tebalnya lapisan gambut dalam cm dari permukaan
- kematangan gambut : digunakan pada tanah gambut dan menyatakan tingkat kandungan seratnya dalam bahan saprik, hemik atau fibrik, makin banyak seratnya menunjukkan belum matang/mentah (fibrik)
- KTK liat : menyatakan kapasitas tukar kation dari fraksi liat
- kejenuhan basa : jumlah basa-basa (NH4OAc) yang ada dalam 100 g contoh tanah.
- reaksi tanah (pH) : nilai pH tanah di lapangan. Pada lahan kering dinyatakan dengan data laboratorium atau pengukuran lapangan, sedang pada tanah basah diukur di lapangan
- C-organik : kandungan karbon organik tanah.
- salinitas : kandungan garam terlarut pada tanah yang dicerminkan oleh daya hantar listrik.
- alkalinitas : kandungan natrium dapat ditukar
- kedalaman bahan sulfidik : dalamnya bahan sulfidik diukur dari permukaan tanah sampai batas atas lapisan sulfidik.
- lereng : menyatakan kemiringan lahan diukur dalam %
- bahaya erosi : bahaya erosi diprediksi dengan memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (reel erosion), dan erosi parit (gully erosion), atau dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) per tahun
- genangan : jumlah lamanya genangan dalam bulan selama satu tahun
- batuan di permukaan : volume batuan (dalam %) yang ada di permukaan tanah/lapisan olah
- singkapan batuan : volume batuan (dalam %) yang ada dalam solum tanah
- sumber air tawar : tersedianya air tawar untuk keperluan tambak guna mempertahankan pH dan salinitas air tertentu
- amplitudo pasang-surut : perbedaan permukaan air pada waktu pasang dan surut (dalam meter)
- oksigen : ketersediaan oksigen dalam tanah untuk keperluan pertumbuhan tanaman/ikan

Setiap satuan peta lahan/tanah yang dihasilkan dari kegiatan survei dan/atau pemetaan sumber daya lahan, karakteristik lahan dapat dirinci dan diuraikan yang mencakup keadaan fisik lingkungan dan tanahnya. Data tersebut digunakan untuk keperluan interpretasi dan evaluasi lahan bagi komoditas tertentu.
Setiap karakteristik lahan yang digunakan secara langsung dalam evaluasi ada yang sifatnya tunggal dan ada yang sifatnya lebih dari satu karena mempunyai interaksi satu sama lainnya. Karenanya dalam interpretasi perlu mempertimbangkan atau memperbandingkan lahan dengan penggunaannya dalam pengertian kualitas lahan. Sebagai contoh ketersediaan air sebagai kualitas lahan ditentukan dari bulan kering dan curah hujan rata-rata tahunan, tetapi air yang dapat diserap tanaman tentu tergantung pula pada kualitas lahan lainnya, seperti kondisi atau media perakaran, antara lain tekstur tanah dan kedalaman zone perakaran tanaman yang bersangkutan.

Kualitas lahan
Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau attribute yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan (performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan dari pengertian karakteristik lahan (FAO, 1976).
Dalam evaluasi lahan sering kualitas lahan tidak digunakan tetapi langsung menggunakan karakteristik lahan (Driessen, 1971; Staf PPT, 1983), karena keduanya dianggap sama nilainya dalam evaluasi. Metode evaluasi yang menggunakan kualitas lahan antara lain dikemukakan pada CSR/FAO (1983), FAO (1983), Sys et al. (1993) (lihat Tabel2).
Tabel 2. Kualitas lahan yang dipakai pada metode evaluasi lahan menurut CSR/FAO (1983), FAO (1983), dan Sys et al. (1993).
CSR/FAO, 1983 FAO, 1983 Sys et.al., 1993
Temperatur Kelembaban Sifat iklim
Ketersediaan air Ketersediaan hara Topografi
Ketersediaan oksigen Ketersediaan oksigen Kelembaban
Media perakaran Media untuk perkembangan akar Sifat fisik tanah
Retensi hara Kondisi untuk pertumbuhan Sifat kesuburan tanah
Toksisitas Kemudahan diolah Salinitas/alkalinitas
Sodisitas Salinitas dan alkalinitas/ toksisitas
Bahaya sulfidik Retensi terhadap erosi
Bahaya erosi Bahaya banjir
Penyiapan lahan Temperatur
Energi radiasi dan fotoperiode
Bahaya unsur iklim (angin, kekeringan)
Kelembaban udara
Periode kering untuk pemasakan (ripening) tanaman

Kualitas lahan dapat berperan positif atau negatif terhadap penggunaan lahan tergantung dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang berperan positif sifatnya menguntungkan bagi suatu penggunaan. Sebaliknya kualitas lahan yang bersifat negatif akan merugikan (merupakan kendala) terhadap penggunaan tertentu, sehingga merupakan faktor penghambat atau pembatas. Setiap kualitas lahan dapat berpengaruh terhadap satu atau lebih dari jenis penggunaannya. Demikian pula satu jenis penggunaan lahan tertentu akan dipengaruhi oleh berbagai kualitas lahan.
Sebagai contoh bahaya erosi dipengaruhi oleh: keadaan sifat tanah, terrain (lereng) dan ikim (curah hujan). Ketersediaan air bagi kebutuhan tanaman dipengaruhi antara lain oleh: faktor iklim, topografi, drainase, tekstur, struktur, dan konsistensi tanah, zone perakaran, dan bahan kasar (batu, kerikil) di dalam penampang tanah.
Kualitas lahan yang menentukan dan berpengaruh terhadap manajemen dan masukan yang diperlukan adalah:
• Terrain berpengaruh terhadap mekanisasi dan/atau pengelolaan lahan secara praktis (teras, tanaman sela/alley cropping, dan sebagainya), konstruksi dan pemeliharaan jalan penghubung.
• Ukuran dari unit potensial manajemen atau blok area/lahan pertanian.
• Lokasi dalam hubungannya untuk penyediaan sarana produksi (input), dan pemasaran hasil (aspek ekonomi).
Dalam Juknis ini kualitas lahan yang dipilih sebagai berikut: temperatur, ketersediaan air, ketersediaan oksigen, media perakaran, bahan kasar, gambut, retensi hara, toksisitas, salinitas, bahaya sulfidik, bahaya erosi, bahaya banjir, dan penyiapan lahan.
- temperatur: ditentukan oleh keadaan temperatur rerata
- ketersediaan air : ditentukan oleh keadaan curah hujan, kelembaban, lama masa kering, sumber air tawar, atau amplitudo pasangsurut, tergantung jenis komoditasnya
- ketersediaan oksigen : ditentukan oleh keadaan drainase atau oksigen tergantung jenis komoditasnya
- media perakaran : ditentukan oleh keadaan tekstur, bahan kasar dan kedalaman tanah
- gambut: ditentukan oleh kedalaman dan kematangan gambut
- retensi hara : ditentukan oleh KTK-liat, kejenuhan basa, pH-H20, dan C-organik
- bahaya keracunan : ditentukan oleh salinitas, alkalinitas, dan kedalaman sulfidik atau pirit (FeS2)
- bahaya erosi : ditentukan oleh lereng dan bahaya erosi
- bahaya banjir : ditentukan oleh genangan
- penyiapan lahan : ditentukan oleh batuan di permukaan dan singkapan batuan


Fasilitas yang berkaitan dengan aspek ekonomi merupakan penentu kesesuaian lahan secara ekonomi atau economy land suitability class (Rossiter, 1995). Hal ini dengan pertimbangan bagaimanapun potensialnya secara fisik suatu wilayah, tanpa ditunjang oleh sarana ekonomi yang memadai, tidak akan banyak memberikan kontribusi terhadap pengembangan wilayah tersebut. Evaluasi Lahan dari aspek ekonomi tidak dibahas dalam Juknis ini.

Persyaratan penggunaan lahan
Semua jenis komoditas pertanian termasuk tanaman pertanian, peternakan, dan perikanan yang berbasis lahan untuk dapat tumbuh atau hidup dan berproduksi optimal memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Untuk memudahkan dalam pelaksanaan evaluasi, persyaratan penggunaan lahan dikaitkan dengan kualitas lahan dan karakteristik lahan yang telah dibahas. Persyaratan karakteristik lahan untuk masing-masing komoditas pertanian umumnya berbeda, tetapi ada sebagian yang sama sesuai dengan persyaratan tumbuh komoditas pertanian tersebut.






SURVEI TANAH

Peta Tanah
Peta : alat pemberita visual suatu wilayah
• Peta ilmu bumi (geografi)
• Peta topografi
• Peta geologi dan sebagainya
Peta tana : penyebaran satuan tanah keadaan tanah/lahan
Skala peta : perbandingan antara jarak dua titik dalam peta terhadap jarak kedua tempat sebenarnya (di lap)
Misal : 10cm di peta
10 km (1000000 cm)
skala 10 : 1.000.000
1 : 100.000

Syarat peta :
• Beri gambar yang mudah dipandang/dimengerti
• Berunsur-unsur sifat yang dikehendaki tujuan
• Beda tugas antara satuan-satuan peta
• Tidak membingungkan
• Sebagai sarana kerja yang efisien

Satuan peta tanah (soil mapping unit) :
Tersusun dari kesatuan 3 satuan :
• satuan tanah
• satuan bahan induk beri gambar jelas tentang tanah dan wilayah
• satuan wilayah
Asosiasi tanah : Beberapa jenis/seri tanah yang arealnya jelas, tapi batas penyebarannya tidak dapat ditetapkan karena rumit dan sempit
Kompleks tanah : satuan peta yang tersusun atas beberapa satuan peta.
Berdasarkan intensitas pengamatannya, survei tanah dibedakan atas 6 tingkatan survei, yaitu:
1. Bagan,
2. Eksplorasi,
3. Tinjau,
4. Semi Detail,
5. Detail, dan
6. Sangat Detail.

Penjelasan mengenai kerapatan pengamatan, skala, luas tiap 1 cm2 pada peta, satuan peta dan satuan tanah yang dihasilkan, dan contoh penggunaannya adalah sebagai berikut:
1. Survei Tanah Tingkat Bagan:
Pada survei tanah tingkat bagan belum dilakukan pengamatan lapang karena cukup dengan menghimpun dari data dan peta yang sudah ada atau cukup dengan studi pustaka.
Peta tanah bagan (skhematic/generalised soil map)
Skala 1 : 2.500.000 s/d 1 : 5.000.000
1 mm  2 ½ – 5 km
Satuan peta :
• Satuan jenis tanah utama (great group)
• Satuan wilayah hanya bedakan dataran & bukit/gunung
• Satuan bahan induk tak dipisahkan
Cara susun :
• Penyederhanaan peta skala lebih besar
• Penafsiran data, peta geologi, topografi, iklim, vegetasi
Misal : peta Indonesia – dari pulau-pulau
Hanya tunjukan : penyebaran jenis tanah utama
Fungsi : gambar persentasi & penyebaran guna rencana garis besar pemb neg

2. Survei Tanah Tingkat Eksplorasi:
Pada survei tanah tingkat eksplorasi belum dilakukan pengamatan lapang karena cukup dengan menghimpun dari data dan peta yang sudah ada atau cukup dengan studi pustaka.
Peta tanah explorasi (Exploratory soil map)
• Skala 1 : 1.000.000 (1 mm – 1 km)
• (1 mm2 – 100 ha)
• Merupakan peta tanah sistematik tertinggi
Satuan peta :
• Satuan jenis tanah utama
• Jenis bahan induk
• Jenis fisiografi/bentukan lahan
Disusun :
• Dari survei tanah – sehingga pemboran 2-5 titik setiap 100.000 ha
• Hasil analisa lab O.T
Fungsi :
• inventarisasi jenis tanah utama dalam wilayah luas
• tunjukan areal tanah bermsl  rencana pemb

3. Survei Tanah Tingkat Tinjau:
Pada survei tanah tingkat tinjau perlu dilakukan pengamatan lapang.
Peta tanah tinjau (Reconnaissance soil map)
• Skala 1 : 250.000
• Pengecilan : untuk perkecil vol gambar dengan kurangi tingkat ketelitian
• Pembesaran : pengamatan daerah tersebut dapat dipertanggungjawabkan
Satuan peta :
• Macam tanah
• Macam bahan induk
• Macam fisiografi
• Bentuk lahan
Disusun :
• dari survey tanah dengan besar 5 – 10 / 10 km2
• dari peta dasar 1 : 25.000 – 1 : 100.000
Fungsi : keterangan potensi tanah dan permasalahan untuk perencanaan pemb

4. Survei Tanah Tingkat Semi Detail:
Pada survei tanah tingkat semi detail perlu dilakukan pengamatan lapang.
Peta tanah tinjau mendalam (semi detaile)
• Skala 1 : 50.000 s/d 1 : 10.000
Satuan peta :
• Rupa tanah
• Fisiografi tingkat rendah tujuan kepent ingan praktis dan luas
• Bentuk lahan
Disusun :
• dari survey bor 1-5 bh
• Profil 1 bh tiap 100 ha
Pengembangan :
• peta kemampuan lahan
• peta fisiografi, peta rekomendasi

5. Survei Tanah Tingkat Detail:
Pada survei tanah tingkat detail perlu dilakukan pengamatan lapang dengan tingkat kerapatan pengamatan di lapang: 1 tiap 12,5 hektar atau 1 tiap 8 hektar atau 1 tiap 2 hektar; kisaran skala yang dihasilkan berkisar antara: 1 : 25.000 sampai dengan 1: 10.000 dan pada umumnya skala yang dihasilkan adalah 1 : 25.000 atau 1 : 20.000 atau 1 : 10.000; sehingga memiliki luas tiap 1 cm2 pada peta adalah 6,25 hektar atau 5 hektar atau 1 hektar; satuan peta yang diperoleh adalah: Konsosiasi, beberapa kompleks; satuan tanah yang ditampilkan adalah Fase dari Famili atau Seri; contoh penggunaannya berupa: Perencanaan mikro dan operasional untuk proyek-proyek pengembangan tingkat kabupaten atau kecamatan, perencanaan pemukiman transmigrasi, perencanaan dan pengembangan jaringan irigasi sekunder dan tersier.

6. Survei Tanah Tingkat Sangat Detail:
Pada survei tanah tingkat sangat detail perlu dilakukan pengamatan lapang dengan tingkat kerapatan pengamatan di lapang: 2 tiap 1 hektar; kisaran skala yang dihasilkan berkisar antara: 1 : 10.000 atau berskala lebih besar; pada umumnya skala yang dihasilkan adalah 1 : 5.000; sehingga memiliki luas tiap 1 cm2 pada peta adalah 0,25 hektar; satuan peta yang diperoleh adalah: Konsosiasi; satuan tanah yang ditampilkan adalah Fase dari Seri; contoh penggunaannya berupa: Perencanaan dan pengelolaan lahan di tingkat petani, penyusunan rancangan usaha tani konservasi; intensifikasi penggunaan lahan kebun.

KTNT-Laporan Praktikum Tanah di Ciparanje

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Tanah adalah benda alam yang tersusun atas padatan (mineral dan bahan organik), cairan, dan gas yang menempati permukaan daratan, dan dicirikan oleh horizon – horizon atau lapisan-lapisan yang dapat dibedakan dari bahan asalnya sebagai hasil dari proses penambahan, penghilangan, pemindahan, dan transformasi energi dan materi, yang memiliki kemampuan mendukung tanaman berakar di dalam lingkungan alami (Soil Survey Staff 1998). Menurut Soepardi (1983), tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman mengandung 45% bahan mineral, 5% bahan organik, 20- 30% gas/udara, dan 20-30% cairan/air.
Bahan organik merupakan salah satu penyusun tanah yang berperan penting dalam merekatkan butiran tanah primer menjadi butiran sekunder untuk membentuk agregat tanah yang mantap. Kondisi seperti ini besar pengaruhnya pada porositas, penyimpanan dan penyediaan air, aerasi, dan suhu tanah. Bahan organik dengan C/N tinggi, seperti jerami dan sekam berpengaruh besar terhadap perbaikan sifat fisika tanah. Bahan organik memiliki peran penting seperti: (1) penyedia hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan hara mikro (Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe), meskipun jumlahnya relatif sedikit; (2) meningkatkan kapasitas tukar kation; dan (3) dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam yang meracuni tanaman seperti Al, Fe, dan Mn (Suriadikarta dan Simanungkalit 2006).
Bahan organik juga merupakan sumber energi bagi kehidupan organisme tanah yang menjalankan berbagai proses penting di dalam tanah. Keberadaan bahan organik di dalam tanah ditunjukkan oleh lapisan berwarna gelap atau hitam, biasanya pada lapisan atas setebal 10-15 cm. Jumlah dan ketebalan lapisan atas ini bergantung pada proses yang terjadi seperti pelapukan, penambahan, mineralisasi, erosi, pembongkaran dan pencucian (leaching), serta pengaruh lingkungan seperti drainase, kelembapan, suhu, ketinggian tempat, dan keadaan geologi (Suhardjo et al. 1993).

1.2. Rumusan Masalah
• Apa jenis tanah yang terdapat di Ciparanje?
• Dimana Ciparanje?
• Kapan penilitian dilakukan?
• Bagaimana metode penelitian yang digunakan?

1.3. Tujuan
• Untuk mengetahui jenis tanah yang ada di daerah Ciparanje.
• Untuk mengetahui letak daerah yang mempunyai jenis tanah tersebut.
• Untuk mengetahui kegunaan jenis tanah yang diteliti.












BAB II
HASIL PRAKTIKUM

2.1. Pembahasan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan untuk meneliti sifat-sifat tanah dengan baik dilapangan, maka dilakukan irisan tegak lurus dari permukaan tanah ke bawah. Dari irisan tegak lurus ini akan terlihat hubungan tanah yang berada dipermukaan bumi dengan benda-benda dibagian bawahnya sebagai pembentuk tanah. Utusan tegak lurus seperti ini mencapai kedalaman 2 m (profil tanah).
Jenis tanah yang kami amati adalah ultisols. Tanah Ultisols adalah tanah yang telah mengalami pelapukan dan bersifat lebih masam dari Alfisol, tetapi umumnya tidak semasam Spodosol.
Ultisol hanya ditemukan di daerah-daerah dengan suhu tanah rata-rata labih dari 80C. Ultisol adalah tanah dengan horison argilik atau kandik bersifat masam dengan kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa (jumlah kation pada kedalaman 1,8 m dari permukaan tanah kurang dari 35%, sedang kejenuhan basa pada kedalaman kurang dari 1,8 m dapat lebih rendah atau lebih tinggi dari 35%.
Tanah ini umumnya berkembang dari bahan induk tua. Di Indonesia banyak ditemukan di daerah dengan bahan induk batuan liat . tanah ini merupakan bagian terluas dari lahan kering di Indonesia yang belum dipergunakan untuk pertanian. Terdapat tersebar di daerah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. Daerah-daerah ini direncanakan sebagai daerah perluasan areal pertanian dan pembinaan transmigrasi. Sebagian besar merupakan hutan tropika dan padang alang-alang. Problema tanah ini adalah reaksi masam, kadar Al tinggi sehingga menjadi racun tanaman dan menyebabkan fiksasi P, unsur hara rendah, diperlukan tindakan pengapuran dan pemupukan.


Model :
Surveyor :
Observation Nr. :
Date :
Location :
Rentis :
Tentatif Soil Class :
Tentatif Land Class :
Area :
Photo Nr.?Map Nr. :
Vegetation :
Present Land Use :
Water Table :
Drainage Class :
Land Units / landform :
Slope Gradient :

Remark :
1. Surface feature :
2. Flooding (excesswater removed) :
Depth of water :
On month :
3. Mikro relief :
4. Permeability rate :
5. Depth if sand, gravel or cobble,
Plinthite, gley, cat clay, quartz :
6. Parent material :
7. Sketch of landform :




Lapisan :
1) 0 – 30 cm (5YR) warna : dark reddish gray 4/2
- Teksturnya liat berdebu
- Rekat dan mengkilat karena mengandung liat yang tinggi
- Mengandung sedikit pasir
- Lebih banyak akar dengan ukuran yang kecil
2) 31 – 75 cm (5YR) warna : dark gray 4/1
- Terdapat akar namun jarang – jarang dan umumnya ukuran akar lebih besar dari lapisan pertama
3) 75 – 155 cm (5YR) dark reddish gray 4/2
- Terdapat sedikit sekali akar
4) 155 – 200 cm
- Tidak ada akar


Lapisan 1 (A3)
Silty Clay (Liat Berdebu)
Lapisan 2 (B1)
Clay
Lapisan 3 (B2)
Heavy Clay (Liat Berat)
Terdapat tumpukan liat
Lapisan 4 (B3)
Clay Lum (Lempung Berliat)




Bisa disimpulkan tanah yang diamati adalah jenis tanah ultisol :
- Struktur : blocky (kuat)
- Retakan sampai B2
- Tidak ada motle (aerasinya kurang bagus)

Lapisan bagian atas regolit tersebut terlihat perbedaan-perbedaan dengan bagian bawahnya. Karena bagian teratas langsung berhubungan dengan atmosfer, maka lapisan ini langsung dipengaruhi oleh perubahan-perubahan iklim dan proses-proses hancuran oleh iklim. Disamping itu lapisan ini merupakan zone perakaran tanaman dan tempat hidup berbagai makro dan mikroorganisme. Contoh organisme yang ditemukan adalah semut dan cacing.
Terdiri dari horizon-horizon A3, B1, B2, dan B3. Lapisan yang paling atas terletak pada horizon A3 berwarna lebih gelap atau kehitaman, lebih subur atau gembur , tempat pengolahan tanah dan disebut lapisan tanah atas (top soil) atau lapisan olah. Tebal lapisan ini adalah 30 cm dari permukaan tanah. Jenis warna dilapisan ini adalah 5YR (dark raddish gray). Lebih banyak akar ukuran kecil-kecil. Teksturnya liat berdebu.
Pada lapisan kedua berada pada horizon B1. Teksturnya liat dan berada pada kedalaman 75 cm dari permukaan tanah memiliki tebal 45 cm. Terdapat sedikit akar yang berukuran besar. Jenis warna pada lapisan ini adalah 5YR (dark gray).
Dilapisan ketiga yaitu horizon B2,warna tanah 5YR ( dark raddish gray) sama seperti horizon pertama. Akar yang ada dilapisan ini sangat sedikit sekali. Teksturnya liat berat,penuh penumpukan-penumpukan liat sehingga tanah menjadi keras. Berada pada kedalaman 155 cm dari permukaan tanah,memiliki tebal 50 cm.
Lapisan terakhir yaitu horizon B3 teksturnya lempung berliat. Warnanya 5YR (dark raddish gray) sepperti lapisan pertama dan ketiga. Tidak terdapat akar sama sekali. Berada pada kedalaman 200 cm dari permukaan tanah,memiliki tebal 45 cm.
Dilapisan terakhir kegiatan jasad hidup tanah berkurang, juga perakaran tumbuhan, kecuali akar tumbuhan tahunan (perenial). Dengan demikian lapisan ini kurang subur dibanding dengan lapisan atasnya. Solum tanah memiliki tebal mencapai 155 cm. Secara berangsur-angsur kebagian bawah solum tanah ini menjadi lebih keras, karena kurang terjadi terjadi pelapukan dan langsung berhubungan dengan lapisan bawahnya yaitu bahan induk tanah.




BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Jenis tanah yang kami amati adalah ultisols. Tanah Ultisols adalah tanah yang telah mengalami pelapukan dan bersifat lebih masam dari Alfisol, tetapi umumnya tidak semasam Spodosol.
Terdiri dari horizon-horizon A3, B1, B2, dan B3. Lapisan yang paling atas terletak pada horizon A3 berwarna lebih gelap atau kehitaman, lebih subur atau gembur , tempat pengolahan tanah dan disebut lapisan tanah atas (top soil) atau lapisan olah. Pada lapisan kedua berada pada horizon B1. Teksturnya liat dan berada pada kedalaman 75 cm dari permukaan tanah memiliki tebal 45 cm. Dilapisan ketiga yaitu horizon B2,warna tanah 5YR ( dark raddish gray) sama seperti horizon pertama. Lapisan terakhir yaitu horizon B3 teksturnya lempung berliat. Warnanya 5YR (dark raddish gray) sepperti lapisan pertama dan ketiga. Dilapisan terakhir kegiatan jasad hidup tanah berkurang, juga perakaran tumbuhan, kecuali akar tumbuhan tahunan (perenial). Dengan demikian lapisan ini kurang subur dibanding dengan lapisan atasnya. Solum tanah memiliki tebal mencapai 155 cm.

3.2. Saran
Sebaiknya jenis tanah ultisols sebelum digunakan untuk pertanian diperlukan pengapuran, pemupukan, dan pengolahan yang tepat agar tanah dapat digunakan sebagai areal pertanian yang baik. Penggunaan sebagai hutan dapat mempertahankan kesuburan tanah karena proses recyclng.

KTNT-Buffer dan pH Tanah

Buffer dan pH tanah

pH Tanah
pH adalah tingakat keasaman atau kebasa-an suatu benda yang diukur dengan menggunakan skala pH antara 0 hingga 14. Sifat asam mempunyai pH antara 0 hingga 7 dan sifat basa mempunyai nilai pH 7 hingga 14.
pH tanah merupakan indikator pelapukan tanah, kandungan mineral dalam batuan induk, lama waktu dan intensitas pelapukan, terutama pelindihan kation-kation basa dari tanah
Nutrient seperti P banyak tersedia (optimum) pada pH asam sampai netral, dan akan sedikit pada pH dibawah atau diatas nilai optimum tersebut. Nutrient availability sangat tergantung pH yaitu :
1. Pada pH rendah (< 5,5) : a. P : terikat oleh Al dan Fe membentuk senyawa yang tidak tersedia bagi tanaman. b. Micronutrient : semua micronutrients kecuali Mo akan lebih tersedia; deficiency jarang terjadi pada pH<7. c. Al : Al akan terlepas dari clay lattice pada pH<5.5. d. Nitrifikasi : pH dibawah 5.5 maka aktivitas bakteri akan tereduksi dan nitrifikasi terhambat. 2. Pada pH tinggi (>8.0) :
a. P ; terikat oleh Ca (jika Ca ada) dan menjadi tidak tersedia bagi tanaman.
b. B : keracunan B merupakan hal yang umum pada saline soil dan sodic soil.
c. Sodium : pH>8.5 mengindikasikan persentase exchangeable sodium > 15 dan kemungkinan problema pembentukan struktur dan reklamasi lahan.
d. Nitrifikasi : menghambat nitrifikasi.
e. Micronutrients : ketersediaan akan berkurang dengan meningkatkan pH kecuali Mo.

Keasaman tanah ditentukan oleh kadar atau kepekatan ion hidrogen di dalarn tanah tersebut. Bila kepekatan ion hidrogen di dalam tanah terlalu tinggi maka tanah akan bereaksi asam. Sebaliknya, bila kepekatan ion hidrogen terIalu rendah maka tanah akan bereaksi basa. Pada kondisi ini kadar kation OH lebih tinggi dari ion H+.
Di daerah rawa tawa, tanah masam umumnya disebabkan oleh kandungan asam sulfat yang tinggi. Di daerah ini sering ditemukan tanah sulfat masam karena mengandung, lapisan cat clay yang menjadi sangat masarn bila rawa dikeringkan akibat sulfida menjadi sulfat.
Faktor yang mempengaruhi pH tanah adalah tipe vegetasi, jumlah curah hujan, drainase tanah internal, dan aktivitas manusia
pH yang tepat adalah tergantung dengan jenis tanamannya. Sebagai contoh, alfalfa tumbuh dengan baik pada tanah dengan pH 6,2 hingga 7,8; sementara itu kedelai tumbuh dengan baik pada tanah dengan kisaran pH 6,0 hingga 7,0. Kacang tanah tumbh dengan baik pada tanah dengan pH 5,3 hingga 6,6. Banyak tanaman termasuk sayuran, bunga dan semak-semak serta buah-buahan tergantung dengan pH dan ketersediaan tanah yang mengandung nutrisi yang cukup.
Herbisida, pestisida, fungisida dan bahan kimia lainnya yang digunakan untuk memberantas hama dan penyakit tanaman juga dapat meracuni tanaman itu sendiri. Mengetahui pH tanah, apakah masam atau basa adalah sangat penting karena jika tanah terlalu masam oleh karena penggunaan pestisida, herbbisida, dan fungisida tidak akan terabsorbsi dan justru akan meracuni air tanah serta air-air pada aliran permukaan dimana hal ini akan menyebabkan polusi pada sungai, danau, dan air tanah.

Pengukuran pH tanah
Pengukuran pH tanah di lapangan dengan prinsip kolorimeter dengan menggunakan indikator (larutan, kertas pH) yang menunjukkan warna tertantu pada pH yang berbeda. Saat ini sudah banyak pH-meter jinjing (portable) yang dapat dibawa ke lapangan. Di samping itu, ada beberapa tipe pH-meter yang dilengkapi dengan elektroda yang secara langsung dapat digunakan untuk pH tanah, tetapi dengan syarat kandungan lengas saat pengukuran cukup tinggi (kandungan lengas maksimum atau mungkin kelewat jenuh). Kesalahan pengukuran dapat terjadi antara 0,1 – 0,5 unit pH atau bahkan lebih besar karena pengaruh pengenceran dan faktor – faktor lain.
Untuk mengukur pH basa kuat di lapangan, indikator fenolptalin (2 g indikator fenolptalin dalam 200 ml alkohol 90%) yang tidak berwarna sangat bermanfaat karena akan berubah menjadi ungu sampai merah pada pH 8,3 – 10,0. Kondisi yang sama dalam pengukuran pH di lapangan pada kondisi luar biasa asam digunakan indikator Brom Cresol Green (0,1 g dilarutkan dalam 250 ml 0,006 N NaOH) yang berubah menjadi hijau sampai kuning pada pH 5,3 dan lebih rendah daripada 3,8.
Untuk mengetahui pH tanah di lapangan, secara umum dapat digunakan indikator universal (campuran 0,02 g metil merah, 0,04 g bromotimol blue, 0,04 g timol blue, dan 0,02 g fenolptalin dalam 100 ml alkohol encer (70%)).
Faktor yang mempengaruhi akurasi pengukuran pH : (1) nature dan type dari bahan inorganik dan organik (2) perbandingan tanah dengan larutan (3) kandungan garam (4) kandungan gas CO2 pada tanah dan larutan (5) Eror yang terjadi baik ketika menstandardisasi alat maupun larutan buffer-nya
Reaksi tanah merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan reaksi asam atau basa dalam tanah. Tanah tanah yang ada di Indonesia sangat bervariasi tingkat keasamannya. Ada tanah yang masam seperti Podsolik Merah Kuning, dan latosol Tanah yang alkalis seperti Mediteran Merah Kuning dan Grumosol. Bagi tanah - ¬tanah yang bereaksi masam, seringkali tidak atau kurang sesuai bagi pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu pada tanah tanah demikian sering dilakukankan pengapuran (liming). bahan- bahan yang digunakan untuk menaikkan pH tanah yang bereaksi masam menjadi mendekati netral dengan harga pH sekitar 6,5.
Bila tanah terlalu asam atau terlalu basa maka tanaman akan tumbuh kurang sempurna sekalipun masih bisa tumbuh dan menghasilkan buah. Memang ada beberapa tanaman tertentu yang senang di tanah asam ataupun basa. Ketersediaan unsur hara makro di dalam tanah ini sedikit sedangkan hara mikro seperti Besi dan Aluminium tinggi. Hal ini mengakibatkan tanaman kekurangan hara dan keracunan. Salah satu upaya yang ditempuh dalam upaya meningkatkan dan memperbaiki lahan masam adalah dengan menurunkan keasaman dan meningkatkan kejenuhan basa yang diperoleh dengan pemberian kapur serta pemupukan. Dengan adanya peningkatan kejenuhan basa, maka pH tanah naik dan unsur hara relatif lebih mudah tersedia.

Pengapuran
Kapur merupakan salah satu bahan mineral yang dihasilkan melalui proses pelapukan dan pelarutan dari batu batuan yang terdapat dari dalam tanah. Mineral utama penyusun kapur adalah kalsit dan dolomit yang tergolong dalam mineral sekunder. Kapur menurut susunan kimia adalah CaO, tetapi istilah kapur adalah senyawa bentuk karbonat kapur dengan CaCO3 dan MgCO3 sebagai komponen utarna. Bentuk oksidanya yaitu CaO, dapat dihasilkan dengan memanaskan kalsium karbonat dan menghilangkan karbondioksidanya. Bentuk hidroksidanya dapat terbentuk dengan membasahi atau menambahkan air pada bentuk oksidanya.
Tanah masam umumnya tidak produktif. Untuk meningkatkan produktifitas tanah tersebut, pemberian kapur adalah cara yang tepat. Beberapa keuntungan dari pengapuran adalah :
1) Fosfat menjadi lebih tersedia,
2) Kalium menjadi lebih efisien dalam unsur hara tanaman,
3) Struktur tanahnya menjadi baik dan kehidupan organisme dalam tanah lebih giat,
4) Menambah Ca dan Mg bila yang digunakan adalah dolomin, dan
5) Kelarutan zat zat yang sifatnya meracun tanaman menjadi menurun dan unsur lain tidak banyak terbuang.

Selain tanah tanah yang bereaksi masam, terdapat pula tanah yang, bereaksi alkalis (basa) dengan derajat pH lebih dari 8.0. Tanah tanah demikian perlu diturunkan pH nya sampai mendekati netral agar permanfaatannya untuk berusaha tani lebih baik. Usaha untuk menurunkan pH pada tanah yang reaksinya alkalis dapat dilakukan dengan memberikan beberapa bahan, yaitu tepung belerang (S).
Cara pengapuran dengan bahan pengapur untuk menaikkan pH tanah yang paling umum pada tanah tanah pertanian yang menghendaki perbaikan derajat keasamannya adalah dengan cara disebar dan disemprotkan.
Pada cara disebar, sebulan sebelum penanaman dilaksanakan, kapur bakar atau kapur mati diberikan dengan jalan disebar merata di permukaan tanah. Pada pengolahan tanah terakhir (menghaluskan dan meratakan), kapur diaduk dengan tanah agar butir butir kapur masuk ke dalam lapisan tanah. Bila yang digunakan tepung batu kapur (kapur pertanian) hendaknya diberikan jauh lebih awal daripada kapur bakar maupun kapur mati. Cara pemberian dengan disebar biasa dilaksanakan pada penanaman kedelai, dengan menggunakan dosis 2 4 ton kapur mati per hektar.
Pengapuran dengan cara disemprotkan biasa dilakukan pada tanaman kacang tanah. Pada tanaman ini pengapuran merupakan suatu pekerjaan yang baik untuk menyediakan unsur Ca bagi tanarnan kacang tanah. Hal ini disebabkan karena kebutuhan Ca pada kacang tanah adalah besar terutama untuk pembentukan polong.
Cara pemberian tepung belerang adalah pada saat pengolahan tanah tepung belerang ditaburkan di atas permukaan tanah. Pada pengolahan selanjutnya tepung belerang akan diaduk atau teraduk ke dalam lapisan tanah. Sedangkan cara pernberian gypsum adalah tepung gypsum halus ditebarkan pada permukaan tanah kemudian diaduk dengan tanah. Jumlah gypsum yang dibutuhkan untuk menurunkan pH dari derajat basa sampai mendekati netral adalah 6 ton per hektar, tergantung, pada alkalinitas asal dan jenis tanahnya.
Setelah pemberian tepung gypsum dilaksanakan, lahan harus dialiri dengan air tawar.
Bila ada kelebihan pemberian kapur, yaitu penambahan kapur melebihi pH tanah yang diperlukan oleh pertumbuhan optimum tanaman, biasanya tanaman akan memberikan tanggapan terhadap pengapuran akan sangat menderita, terutama pada tahun pertama pemberian kapur. Pemberian kapur dalam jumlah sedang pada tanah berat tidak akan memberikan pengaruh buruk.
Tetapi, pada tanah berpasir atau berdebu dan bahan organik rendah jumlah pemberian kapur yang sama menyebabkan banyak tanaman menderita. Pengaruh buruk yang dapat terjadi adalah :
1) Kekurangan besi, mangan, tembaga dan seng,
2) Ketersediaan fosfor mungkin menurun karena pembentukan senyawa kompleks dan tidak larut,
3) Serapan fostor dan penggunaannya dalarn metabolisme tanaman dapat terganggu,
4) Serapan boron dan penggunaannya dapat terganggu dan
5) Perubahan pH yang meningkat cepat dapat berpengaruh buruk.

Dengan begitu kerusakan akibat kelebihan kapur sukar diterangkan secara memuaskan, karena adanya hubungan biokoloidal yang kompleks dalam tanah.
Untuk menentukan banyaknya kapur yang diperlukan untuk tiap-tiap hektar tanah diperlukan beberapa cara antara kain, yaitu :
1) Metode SMP (Schoemaker, McLean, dan Pratt). Metode ini dilanjutkan dengan mengukur jumlah H+ dan Al3+ yang dapat dipertukarkan dan larut dengan menggunakan larutan SMP buffer. Prosedurnya yaitu terlebih dahulu mengocok tanah dengan air destilat kemudian diukur pH-nya. Dengan kertas lakmus atau pH meter. Bila tanah tersebut tergolong masam, maka pengukuran dilanjutkan dengan menambah larutan SMP buffer lalu dikocok. Kemudian diukur lagi pH-nya. Berdasarkan metode ini maka kebutuhan kapur dapat diketahui melalui tabl kebutuhan kapur.
2) Metode berdasarkan kadar Al-dd tanah permukaan, yaitu kadar Al-dd yang diekstrak dengan larutan KCl 1 N.











Buffer Tanah

Buffer adalah zat yang dapat mempertahankan pH ketika ditambah sedikit asam/basa atau ketika diencerkan. Buffer terdiri dari asam lemah dan garamnya/basa konjugasinya atau basa lemah dan garamnya/asam konjugasinya. Buffer (penyangga) tanah yaitu sesuatu yang dapat mempertahankan nilai pH tanah terhadap penambahan sedikit asam, sedikit basa atau pengenceran.

Sifat buffer (Penyangga) Tanah
Reaksi tanah (pH) tidak mudah diturunkan ataupun dinaikkan secara mendadak, karena di dalam tanah ada sifat penyangga pH. Komponen tanah yang mempunyai sifat menyangga ini adalah gugus asam lemah seperti karbonat serta komplek koloida tanah yakni koloid liat dan koloid humus. Koloid tanah dikelilingi oleh ion-ion H yang terjerap pada permukaannya dan di pihak lain ada ion-ion H yang tidak dipengaruhi oleh komplek jerapan tanah, yakni ion H yang herada pada larutan tanah. Ion H yang terjerap dan yang berada di dalam larutan tanah berada dalam keseimbangan.
Mekanisme sanggaan dapat dijelaskan berdasarkan sifat dissosiasi ion H dari asam koloida lemah. Bila suatu tanah masam ingin dinaikkan pH nya, maka dilakukan pengapuran, dan akibatnya reaksi akan beralih ke kanan dimana ion-ion Ca dari kapur lebih banyak terjerap, tapi ternyata pH tidak banyak berubah. Hal ini terjadi karena ion-ion H masih banyak terjerap pada koloid tanah. Dengan penambahan kapur yang lebih banyak lagi hingga cukup untuk membebaskan semua ion H dari komplek jerapan tanah dan digantikan oleh ion Ca, maka akan terjadilah peningkatan pH tanah yang lebih nyata. Ini berarti kemasaman cadangan telah dinetralkan.
Dengan adanya sifat penyangga di dalam tanah, hal ini dapat menjaga penurunan pH yang drastis akibat bertambahnya ion H oleh suatu poroses biologis ataupun perlakuan pemupukan. Adanya aktifitas jasad-jasad hidup di dalam tanah atau perlakuan pemupukan yang bersifat asam akan menyumbangkan banyak ion H, sehingga reaksi beralih ke kiri, namun demikian penurunan pH juga tidak nyata. HaI ini juga disebabkan oleh adanya sifat sanggaan tanah tadi. Sifat sanggahan tanah sangat penting artinya dalam menjaga kestabilan reaksi tanah, sehingga gejolak pH yang hebat tidak terjadi yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.

Kewarganegaraan-Demokrasi

Nama : Anggun Wulandari
NPM : 150510090076
MK : Kewarganegaraan


Kenapa situasi kekerasan tidak memunculkan jiwa kepemimpinan?

Demokrasi adalah satu bentuk kehidupan bersama manusia yang ideal, di mana semua anggota masyarakat dapat secara bebas mengutarakan kemauan mereka. Dalam berbagai pengambilan keputusan, aspirasi setiap warga masyarakat selalu mendapatkan tempat dan dihitung sebagai satu faktor pengambilan keputusan demokratis.
Demokrasi saat ini dipahami sebagai pencitaan terhadap kebebasan, persamaan hak, kebersamaan dan yang lebih penting lagi
bagi kedamaian umat.Demokrasi
berpretensi memberikan kebebasan berkehendak, berkeyakinan, dan
kebebasan mengeluarkan pendapatnya dalam ruang publik (public sphare).Dengan demikian demokrasi sejatinya toleran dan mampu membuka ruang seluas-luasnya bagi seluruh ucapan rakyat kepada pemimpinnya.
Namun, pada kenyataannya demokrasi tidak benar-benar diterapkan pada kehidupan kita. Contohnya para manusia yang telah menganggap dirinya lebih tinggi derajatnya dibanding yang lain akan timbul keberanian dalam dirinya untuk melakukan tindakan di luar norma sosial. Puncaknya tindak kekerasan akan muncul dan terealisasi pada manusia-manusia yang ia anggap memiliki derajat atau tingkatan yang lebih rendah daripada dirinya. Sikap senioritas pun hendaknya dihilangkan dari segala aspek kehidupan dengan tidak menghilangkan nilai-nilai etika dalam bersosialisasi. Dengan timbulnya tindak kekerasan tersebut, dilakukan berulang-ulang serta rasa senioritas yang tinggi mengakibatkan rendahnya rasa kepemimpinan pada manusia yang derajatnya lebih rendah. Hal ini sangat disayangkan sekali karena tindakan tersebut benar-benar di luar landasan idiil bangsa Indonesia yaitu Pancasila dan di luar dari arti demokrasi yang dikatakan bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) benar-benar ditegakkan.




Demokrasi seperti apa yang sesuai dengan kebutuhan kita?

Demokrasi yang sesuai dengan kebutuhan kita adalah demokrasi yang benar-benar menegakkan HAM (Hak Asasi Manusia) dengan tidak meninggalkan kewajiban sebagai warga negara. Pemerintah seharusnya tahu dan benar-benar mengerti bagaimana pola pikir dan sifat rakyatnya. Dengan masyarakat seperti rakyat Indonesia seharusnya pemerintah tahu apa yang harus dilakukan dan demokrasi seperti apa yang cocok dan dapat diterima oleh semua kalangan masyarakat. Demokrasi pancasila yang kita pakai sekarang ini sudah cukup bagus, tetapi dengan negara yang rakyatnya masih banyak yang kurang berpendidikan maka system ini masih tetap disalah gunakan oleh para pejabat dan pemerintah. Dan rakyat pun tidak bisa berbuat apa-apa karena faktor pendidikan yang rendah maka tidak tertamam pola pikir kepemimpinan yang dapat memunculkan kreatifitas untuk membela HAM bahkan untuk membela dirinya sendiri pun tidak ada keberanian. Jadi, untuk mengetahui demokrasi macam apa yang cocok untuk rakyat Indonesia itu sulit, karena pada dasarnya demokrasi yang sekarang kita jalani sudah bagus, karena demokrasi pancasila merupakan demokrasi yang sebenarnya diambil dari pikiran rakyat sendiri, mengikuti perkembangan zaman dan bersifat terbuka, hanya tinggal diperbaiki saja. Dan tambahan menurut saya, sebaiknya ketegasan dari pemerintah dalam hal penegakkan hukum harus ditingkatkan lagi.

Kewarganegaraan-Pancasila

Nama : Anggun Wulandari
NPM : 150510090076

SEJARAH PANCASILA

Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman Majapahit pada abad XIV, yaitu terdapat pada buku Negara Kertagama karangan Empu Prapanca dan buku Sutasoma karangan Empu Tantular. Dalam buku Sutasoma ini, istilah Pancasila mempunyai arti pelaksanaan kesusilaan yang lima Pancasila Krama yaitu sebagai berikut :
a. Tidak boleh melakukan kekerasan
b. Tidak boleh mencuri
c. Tidak boleh berjiwa dengki
d. Tidak boleh berbohong
e. Tidak boleh mabuk minuman keras
Kita ketahui bersama bahwa Pancasila itu bukan lahir secara mendadak atau tiba-tiba, melainkan melalui proses yang panjang, nilai-nilai Pancasila telah hidup dan berkembang sejak manusia Indonesia ada, sebagai contoh sifat dan kepribadian bangsa sejak dulu sampai sekarang selalu mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa, begitu juga sikap kekeluargaan dan kegotong-royongan dari sejak bangsa kita ada sifat-sifat dan nilai-nilai sudah tumbuh dengan subur bahkan sudah menjadi kepribadian bangsa kita.
Pada hakikatnya Pancasila itu adalah nilai-nilai kepribadian masyarakat Indonesia, bukan kita tiru dari bangsa lain, tetapi memang sudah berurat berakar dalam sifat tingkah laku bangsa Indonesia.
Namun dibalik itu terdapat sejarah panjang perumusan sila-sila Pancasila dalam perjalanan ketata negaraan Indonesia. Sejarah ini begitu sensitif dan salah-salah bisa mengancam keutuhan Negara Indonesia. Hal ini dikarenakan begitu banyak polemik serta kontroversi yang akut dan berkepanjangan baik mengenai siapa pengusul pertama sampai dengan pencetus istilah Pancasila. Artikel ini sedapat mungkin menghindari polemik dan kontroversi tersebut. Oleh karena itu artikel ini lebih bersifat suatu "perbandingan" (bukan "pertandingan") antara rumusan satu dengan yang lain yang terdapat dalam dokumen-dokumen yang berbeda. Penempatan rumusan yang lebih awal tidak mengurangi kedudukan rumusan yang lebih akhir.
Dari kronik sejarah setidaknya ada beberapa rumusan Pancasila yang telah atau pernah muncul. Rumusan Pancasila yang satu dengan rumusan yang lain ada yang berbeda namun ada pula yang sama. Secara berturut turut akan dikemukakan rumusan dari Muh Yamin, Sukarno, Piagam Jakarta, Hasil BPUPKI, Hasil PPKI, Konstitusi RIS, UUD Sementara, UUD 1945 (Dekrit Presiden 5 Juli 1959), Versi Berbeda, dan Versi populer yang berkembang di masyarakat.


PROSES PERUMUSAN PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

1. Prof. Mr. Muhammad Yamin
Pada sesi pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei – 1 Juni 1945 beberapa anggota BPUPKI diminta untuk menyampaikan usulan mengenai bahan-bahan konstitusi dan rancangan “blue print” Negara Republik Indonesia yang akan didirikan. Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr.Muhammad Yamin menyampaikan usul dasar negara dihadapan sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato maupun secara tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI.
 Rumusan Pidato
Baik dalam kerangka uraian pidato maupun dalam presentasi lisan Muh Yamin mengemukakan lima calon dasar negara yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri ke-Tuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
 Rumusan Tertulis
Selain usulan lisan Muh Yamin tercatat menyampaikan usulan tertulis mengenai rancangan dasar negara. Usulan tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI oleh Muh Yamin berbeda dengan rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan yang dipresentasikan secara lisan, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

2. Ir. Soekarno
Selain Muh Yamin, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar negara, diantaranya adalah Ir Sukarno. Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal sebagai hari lahir Pancasila. Usul Soekarno sebenarnya tidak hanya satu melainkan tiga buah usulan calon dasar negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip. Soekarno pula-lah yang mengemukakan dan menggunakan istilah “Pancasila” (secara harfiah berarti lima dasar) pada rumusannya ini atas saran seorang ahli bahasa (Muhammad Yamin) yang duduk di sebelah Soekarno. Oleh karena itu rumusan Soekarno di atas disebut dengan Pancasila, Trisila, dan Ekasila.
Rumusan Pancasila
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan
3. Mufakat,-atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. ke-Tuhanan yang berkebudayaan
Rumusan Trisila
1. Socio-nationalisme
2. Socio-demokratie
3. ke-Tuhanan
Rumusan Ekasila
1. Gotong-Royong

3. Piagam Jakarta
Usulan-usulan blue print Negara Indonesia telah dikemukakan anggota-anggota BPUPKI pada sesi pertama yang berakhir tanggal 1 Juni 1945. Selama reses antara 2 Juni – 9 Juli 1945, delapan orang anggota BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas untuk menampung dan menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang telah masuk. Pada 22 Juni 1945 panitia kecil tersebut mengadakan pertemuan dengan 38 anggota BPUPKI dalam rapat informal. Rapat tersebut memutuskan membentuk suatu panitia kecil berbeda (kemudian dikenal dengan sebutan "Panitia Sembilan" karena 9 orang anggotanya berhasil menyusun suatu piagam yaitu Piagam Jakarta, yang di dalamnya tercantum rumusan dasar negara) yang bertugas untuk menyelaraskan mengenai hubungan Negara dan Agama.
Dalam menentukan hubungan negara dan agama anggota BPUPKI terbelah antara golongan Islam yang menghendaki bentuk teokrasi Islam dengan golongan Kebangsaan yang menghendaki bentuk negara sekuler dimana negara sama sekali tidak diperbolehkan bergerak di bidang agama. Persetujuan di antara dua golongan yang dilakukan oleh Panitia Sembilan tercantum dalam sebuah dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”. Dokumen ini pula yang disebut Piagam Jakarta (Jakarta Charter) oleh Mr. Muh Yamin. Adapun rumusan rancangan dasar negara terdapat di akhir paragraf keempat dari dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (paragraf 1-3 berisi rancangan pernyataan kemerdekaan/proklamasi/declaration of independence). Rumusan ini merupakan rumusan pertama sebagai hasil kesepakatan para "Pendiri Bangsa".
Rumusan
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Versi populer rumusan rancangan Pancasila menurut Piagam Jakarta yang beredar di masyarakat adalah:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

4. BPUPKI
Pada sesi kedua persidangan BPUPKI yang berlangsung pada 10-17 Juli 1945, dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (baca Piagam Jakarta) dibahas kembali secara resmi dalam rapat pleno tanggal 10 dan 14 Juli 1945. Dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” tersebut dipecah dan diperluas menjadi dua buah dokumen berbeda yaitu Declaration of Independence (berasal dari paragraf 1-3 yang diperluas menjadi 12 paragraf) dan Pembukaan (berasal dari paragraf 4 tanpa perluasan sedikitpun). Rumusan yang diterima oleh rapat pleno BPUPKI tanggal 14 Juli 1945 hanya sedikit berbeda dengan rumusan Piagam Jakarta yaitu dengan menghilangkan kata “serta” dalam sub anak kalimat terakhir. Rumusan rancangan dasar negara hasil sidang BPUPKI, yang merupakan rumusan resmi pertama, jarang dikenal oleh masyarakat luas.
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

5. PPKI
Menyerahnya Kekaisaran Jepang yang mendadak dan diikuti dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diumumkan sendiri oleh Bangsa Indonesia (lebih awal dari kesepakatan semula dengan Tentara Angkatan Darat XVI Jepang) menimbulkan situasi darurat yang harus segera diselesaikan. Sore hari tanggal 17 Agustus 1945, wakil-wakil dari Indonesia daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan), diantaranya A. A. Maramis, Mr., menemui Soekarno menyatakan keberatan dengan rumusan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” untuk ikut disahkan menjadi bagian dasar negara. Untuk menjaga integrasi bangsa yang baru diproklamasikan, Soekarno segera menghubungi Hatta dan berdua menemui wakil-wakil golongan Islam. Semula, wakil golongan Islam, diantaranya Teuku Moh Hasan, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Ki Bagus Hadikusumo, keberatan dengan usul penghapusan itu. Setelah diadakan konsultasi mendalam akhirnya mereka menyetujui penggantian rumusan “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dengan rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai sebuah “emergency exit” yang hanya bersifat sementara dan demi keutuhan Indonesia.
Pagi harinya tanggal 18 Agustus 1945 usul penghilangan rumusan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dikemukakan dalam rapat pleno PPKI. Selain itu dalam rapat pleno terdapat usulan untuk menghilangkan frasa “menurut dasar” dari Ki Bagus Hadikusumo. Rumusan dasar negara yang terdapat dalam paragraf keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar ini merupakan rumusan resmi kedua dan nantinya akan dipakai oleh bangsa Indonesia hingga kini. UUD inilah yang nantinya dikenal dengan UUD 1945.
Rumusan
1. ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia
4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan\
5. Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

6. Konstitusi RIS
Pendudukan wilayah Indonesia oleh NICA menjadikan wilayah Republik Indonesi semakin kecil dan terdesak. Akhirnya pada akhir 1949 Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta (RI Yogyakarta) terpaksa menerima bentuk negara federal yang disodorkan pemerintah kolonial Belanda dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) dan hanya menjadi sebuah negara bagian saja. Walaupun UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 tetap berlaku bagi RI Yogyakarta, namun RIS sendiri mempunyai sebuah Konstitusi Federal (Konstitusi RIS) sebagai hasil permufakatan seluruh negara bagian dari RIS. Dalam Konstitusi RIS rumusan dasar negara terdapat dalam Mukaddimah (pembukaan) paragraf ketiga. Konstitusi RIS disetujui pada 14 Desember 1949 oleh enam belas negara bagian dan satuan kenegaraan yang tergabung.
Rumusan
1. ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
2. perikemanusiaan,
3. kebangsaan,
4. kerakyatan
5. dan keadilan sosial

7. UUD Sementara
Segera setelah RIS berdiri, negara itu mulai menempuh jalan kehancuran. Hanya dalam hitungan bulan negara bagian RIS membubarkan diri dan bergabung dengan negara bagian RI Yogyakarta. Pada Mei 1950 hanya ada tiga negara bagian yang tetap eksis yaitu RI Yogyakarta, NIT, dan NST. Setelah melalui beberapa pertemuan yang intensif RI Yogyakarta dan RIS, sebagai kuasa dari NIT dan NST, menyetujui pembentukan negara kesatuan dan mengadakan perubahan Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara. Perubahan tersebut dilakukan dengan menerbitkan UU RIS No 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara (LN RIS Tahun 1950 No 56, TLN RIS No 37) yang disahkan tanggal 15 Agustus 1950. Rumusan dasar negara kesatuan ini terdapat dalam paragraf keempat dari Mukaddimah (pembukaan) UUD Sementara Tahun 1950.
Rumusan
1. ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
2. perikemanusiaan,
3. kebangsaan,
4. kerakyatan
5. dan keadilan sosial

8. UUD 1945
Kegagalan Konstituante untuk menyusun sebuah UUD yang akan menggantikan UUD Sementara yang disahkan 15 Agustus 1950 menimbulkan bahaya bagi keutuhan negara. Untuk itulah pada 5 Juli 1959 Presiden Indonesia saat itu, Soekarno, mengambil langkah mengeluarkan Dekrit Kepala Negara yang salah satu isinya menetapkan berlakunya kembali UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 menjadi UUD Negara Indonesia menggantikan UUD Sementara. Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945 maka rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD kembali menjadi rumusan resmi yang digunakan.
Rumusan ini pula yang diterima oleh MPR, yang pernah menjadi lembaga tertinggi negara sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat antara tahun 1960-2004, dalam berbagai produk ketetapannya, diantaranya:
1. Tap MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara, dan
2. Tap MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia
4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

9. Versi Berbeda
Selain mengutip secara utuh rumusan dalam UUD 1945, MPR pernah membuat rumusan yang agak sedikit berbeda. Rumusan ini terdapat dalam lampiran Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia.
Rumusan
1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial.

10. Versi Populer
Rumusan terakhir yang akan dikemukakan adalah rumusan yang beredar dan diterima secara luas oleh masyarakat. Rumusan Pancasila versi populer inilah yang dikenal secara umum dan diajarkan secara luas di dunia pendidikan sebagai rumusan dasar negara. Rumusan ini pada dasarnya sama dengan rumusan dalam UUD 1945, hanya saja menghilangkan kata “dan” serta frasa “serta dengan mewujudkan suatu” pada sub anak kalimat terakhir.
Rumusan ini pula yang terdapat dalam lampiran Tap MPR No II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa)
Rumusan
1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


AKTUALISASI PANCASILA

Dalam pertumbuhan dan perkembangan kebangsaan Indonesia, dinamika
rumusan kepentingan hidup-bersama di wilayah nusantara diuji dan didewasakan
sejak dimulainya sejarah kebangsaan Indonesia. Pendewasaan kebangsaan ini
memuncak ketika bangsa ini mulai dijajah dan dihadapkan pada perbedaan
kepentingan ideologi (awal Abad XIX) antara Liberalisme, Nasionalisme,
Islamisme, Sosialisme-Indonesia, dan Komunisme, yang diakhiri secara yuridisketatanegaraan (18 Agustus 1945) dengan ditetapkannya Pancasila oleh Panitia
Persiapan Kemerdekan Indonesia (PPKI) sebagai Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).

Dalam perkembangan selanjutnya ideologi Pancasila diuji semakin berat
terutama pada tataran penerapannya dalam kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan,
dan kenegaraan. Ujian ini berlangsung sejak ditetapkannya sampai dengan saat ini
di era reformasi. Salah satu isu sentral dan strategis yang melatarbelakangi adanya
pergantian kepemimpinan nasional di Indonesia (dari Orde Revolusi Fisik, Orde Lama, Orde Baru, sampai ke Era Reformasi) adalah berkaitan dengan penerapan
Pancasila.

Sejak munculnya krisis moneter (1997) yang berdampak pada krisis nasional
yang bermultidimensi dan dimulainya Era Reformasi (1998), kritikan dan hujatan
terhadap penerapan Pancasila begitu menguat.

Krisis itu ditunjukkan dengan adanya berbagai permasalahan
kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan. Di antaranya seperti pergantian
kepemimpinan nasional yang tidak normal, kerusuhan sosial, perilaku anarki,
dayabeli masyarakat terpuruk, norma moral bangsa dilanggar, norma hukum negara
tidak dipatuhi, norma kebijakan pembangunan disiasati, dan hutang luar negeri
melonjak tinggi. Perilaku ini semua berpangkal pada tatakelola negara yang kurang
bertanggungjawab dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela
sebagai wujud dari penerapan Pancasila yang keliru. Karenanya, banyak kalangan
yang menjadi sinis dan menggugat efektivitas penerapan Pancasila. Melihat kondisi bangsa Indonesia seperti itu diperlukan upaya-upaya untuk
mengatasinya.

Secara pertimbangan politik, Pancasila perlu diaktualisasikan dalam
kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan mengingat Pancasila
sebagai ideologi nasional yang merupakan visi kebangsaan Indonesia (yang membina persatuan bangsa) yang dipandang sebagai sumber demokrasi yang baik di
masa depan dan yang lahir dari sejarah kebangsaan Indonesia. Visi kebangsaan dan
sumber demokrasi Indonesia ini perlu diterapkan sebagai nilai-nilai, prinsip-prinsip,
dan etika untuk melandasi dan mengawal perubahan politik dan pemerintahan yang
sedang terjadi dari model sentralistik (otoriter yang birokratis dan executive-heavy)
menuju model desentralistik (demokrasi yang multipartai dan legislative-heavy).
Latarbelakang seperti itu didorong pula oleh realita penerapan Pancasila selama ini
yang dipersepsi publik sebagai untuk kepentingan (alat) penguasa, yang ditantang
oleh globalisasi ideologi asing (terutama Liberalisme), yang gagal dalam mengatasi
penyakit korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) sebagai akibat adanya salah-urus
mengelola negara, serta yang perwujudan praktek demokrasinya berkonotasi buruk.
Ini semua seringkali diarahkan pada Pancasila yang dijadikan ‘kambinghitam’-nya.

Secara yuridis ketatanegaraan, Pancasila adalah dasar-negara NKRI yang
dirumuskan dalam (Pembukaan) UUD 1945 dan yang kelahirannya ditempa dalam
proses perjuangan kebangsaan Indonesia sehingga perlu dipertahankan dan
diaktualisasikan walaupun konstitusinya berubah. Di samping itu, Pancasila perlu
memayungi proses reformasi untuk diarahkan pada ‘reinventing and rebuilding’
Indonesia dengan berpegangan pada perundang-undangan yang juga berlandaskan
Pancasila dasar negara. Melalui UUD 1945 sebagai payung hukum, Pancasila perlu
diaktualisasikan agar dalam praktek berdemokrasinya tidak kehilangan arah dan
dapat meredam konflik yang tidak produktif .


Dimensi pertahanan dan keamanan memandang bahwa keberadaan Pancasila
erat kaitannya dengan sejarah lahirnya Tentara Nasional Indonesia (TNI), sehingga
pelaksanaan Pancasila secara murni dan konsekuen merupakan landasan idiil dan
konstitusional bagi ketahanan nasional serta merupakan filter untuk tantangan
liberalisme-kapitalisme di Indonesia yang semakin menguat. Pancasila perlu
diaktualisasikan oleh dan bagi bangsa Indonesia karena banyaknya dampak negatif
kebijakan otonomi daerah (seperti timbul ego daerah, primordialisme sempit)
sebagai akibat dari sempitnya pemahaman Pancasila, terjadinya degradasi nilai-nilai
kekeluargaan dan tenggang-rasa di masyarakat, serta disalahgunakan
implementasinya oleh penguasa sehingga legitimasinya sudah pada titik nadir
(antiklimaks).

Dimensi sosial ekonomi memandang perlunya diaktualisasikan oleh dan bagi
bangsa Indonesia karena Pancasila sebagai falsafah negara yang mewujudkan sistem
ekonomi Pancasila serta sebagai sumber sistem ekonomi kerakyatan. Pandangan ini
diperkuat oleh realita tentang keadaan negara yang labil yang telah berdampak pada
efektifnya pengaruh globalisasi terhadap penguatan campurtangan asing (badanbadan internasional) terhadap perekonomian nasional.

Begitu pula dimensi kesejahteraan rakyat yang memandang perlunya
Pancasila diaktualisasikan oleh dan bagi bangsa Indonesia karena kemampuan
ideologi Pancasila yang bersimetris dengan tingkat kesejahteraan rakyat dan
kedaulatan rakyat serta yang perlu dianalisis substansi ideologinya pada segi
ontologi dan epistemologinya. Di samping itu didorong pula oleh realita tentang
bangsa Indonesia yang sedang mengalami krisis-diri (dekadensi moral), krisis
kepercayaan, mengalami gangguan (disrupsi) toleransi, masih memiliki kelemahan
filsafat-ilmiahnya, serta belum merasakan terpenuhinya harapan bangsa atau lemah
aktualisasinya dalam usaha kecil, menengah, dan mikro-pedesaan.

Dimensi lingkungan hidup memandang perlunya diaktualisasikan oleh dan
bagi bangsa Indonesia karena Pancasila sebagai jiwa rakyat Indonesia. Untuk itu
maka diperlukan pedomannya untuk menghayati sila-sila Pancasila serta untuk
mengejawantahkan Pancasila yang diselaraskan, diserasikan, dan diseimbangkan
dengan lingkungan hidup (Sumber Daya Alam: SDA). Demikian pula hal itu
diperlukan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi nasional serta untuk memperbaiki
dampak dari eksploitasi SDA dan lingkungan hidup terutama pada sektor-sektor
strategisnya (kehutanan, pertanian, dan pertambangan).

Dimensi pendidikan memandang Pancasila perlu diaktualisasikan dengan
alasan bahwa ia perlu difahami dan dihayati kembali oleh seluruh komponen bangsa.
Sehubungan dengan ini, anak sebagai harapan bangsa dan generasi penerus sudah
seharusnya menyerap nilai-nilai Pancasila sejak dini dengan cara diasah, diasih, dan
diasuh. Di samping itu dalam realita kehidupan sehari-hari selama ini Pancasila telah
dijadikan alat-penguasa untuk melegitimasi perilaku yang menyimpang yang tidak
mendidik, dihilangkannya Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK)
Pendidikan Pancasila dalam kurikulum nasional (UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional), hancurnya pembangunan karena moral yang serakah dibiarkan merajalela, serta menguatnya desakan konsumerisme untuk membeli
gengsi (kehidupan semu).

Dimensi budaya memandang perlunya Pancasila diaktualisasikan (dikinikan)
oleh dan bagi bangsa Indonesia dengan pertimbangan perlunya visi NKRI 2020
untuk menjadi negara Industri Maju Baru. Dengan demikian rumusan Pancasila pada
Pembukaan UUD 1945 tak perlu dipermasalahkan lagi tetapi justru diperlukan
pengembangan budaya Pancasila yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan
(kreatif, berbudi, berdaya, perdamaian, dll). Hal ini dianggap penting mengingat
sejak reformasi, persatuan dan kesatuan menjadi tidak kokoh serta kondisi bangsa
yang masih menghadapi tingkat kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan.

Terakhir, dimensi keagamaan memandang perlunya Pancasila
diaktualisasikan oleh dan bagi bangsa Indonesia mengingat keragaman agama perlu
disikapi sebagai permata-indah untuk dipilih. Hal ini sebagai pewujudan terhadap
hasil penelusuran sejarah perumusannya. Di samping itu Pancasila dan Agama—
serta nilai-nilai lainnya—telah membentuk ideologi Pancasila yang bila dijaga dan
diimplementasikan dengan baik dan benar maka negara akan tegak dan kokoh.
Pertimbangan lainnya adalah karena selama ini terkesan masyarakat telah trauma
bila diajak bicara Pancasila karena dianggap Orde Baru. Selain itu pada pengalaman
telah diimplementasikan secara indoktrinatif melalui P-4, yang dalam prakteknya
justru Pancasila yang seharusnya berfungsi sebagai perekat bangsa mulai diabaikan,
sehingga ada fenomena untuk mendirikan negara dengan prinsip Islam atau dengan ideologi-alternatif lainnya sehingga memicu konflik yang mengatasnamakan agama,
etnis, bahkan separatisme yang mengancam NKRI.